Yahudi Menggenggam Dunia (32)

Oleh : William G. Carr
Penterjemah : Musthalah Maufur MA

HITLER DAN PERISTIWA YANG MENYEBABKAN PECAHNYA PERANG DUNIA
II
Kita sampai pada tahap baru dalam sejarah umat manusia yang punya anti tersendiri bagi generasi sekarang. Tahap ini merupakan lembaran dunia baru dari akibat yang langsung kita rasakan. Yaitu tahapan yang dimulai sejak pra Perang Dunia I sampai Perang Dunia II.

Pada bab terdahulu sudah kita bicarakan tentang kondisi dunia dan tentang sisi gelap politik Eropa. Telah diketengahkan, bagaimana para pemilik modal internasional mengembalikan kekuatan militer dan industri Jerman, tanpa ada reaksi dari Stalin dan dunia Barat di tengah-tengah bahaya yang terus meningkat. Kita jelaskan pula sebab dan latar belakang yang membuat Stalin mengambil kebijakan untuk melatih dan mempersenjatai para perwira
angkatan bersenjata Jerman mendatang. Data-data itu telah lama diketahui oleh agen-agen rahasia di seluruh dunia. Juga kegiatan lembaga keuangan besar di Eropa dan Amerika yang telah memberikan kredit besar-besaran kepada industri Jerman yang Sedang bangkit itu, untuk membuka jalan bagi lahirnya militerisme Jerman di bawah pimpinan Hitler. Namun kita harus tahu, bahwa faktor yang sebenarnya menaikkan bintang Hitler dan suhu kondisi Eropa
adalah sisi gelap dari kondisi politik yang ada antara tahun 1924-1934.



Bangsa Jerman keluar dari perang penuh dengan kepahitan, dan perjanjian Versailles menjerat Jerman dengan rantai berupa kewajiban negara yang kalah perang dan kekacauan sosial melanda negara itu, serta sistem pemerintahannya runtuh berkeping-keping, betapa pun bangsa Jerman dikenal sebagai bangsa yang ulet dan rajin bekerja. Kepedihan itu makin bertambah dengan meningkatnya kekacauan dan penghinaan yang dilontarkan oleh negaranegara sekutu yang Jerman tidak mampu membalasnya. Marah dan dendam terus ditahan, sambil melihat dengan berat kenyataan yang ada di hadapannya.

Mayoritas bangsa Jerman tahu, bahwa angkatan bersenjatanya belum kalah perang. Jerman belum menyerah, bahkan bisa dikatakan lebih mendekati kemenangan. Jerman lah yang melakukan penyerbuan dari segala penjuru tahun 1918, yaitu pada akhir Perang Dunia I. Dengan kata lain, Jerman pada masa akhir perang itu masih tetap merupakan pihak yang mengambil prakarsa. Akan tetapi, Jerman ditikam dari belakang oleh kelompok Yahudi, yang
membuat onar dan kekacauan dalam jajaran angkatan bersenjata Jerman, dan bergabungnya Amerika ke dalam barisan sekutu dari faktor luar. Kepemimpinan Roza Luxemburg beserta para pendukung Yahudinya dari partai Komunis Jerman, peran kaum Komunis yang membuat kekacauan di Jerman, disusul dengan pemberontakan Komunis, semua itu merupakan
kenangan abadi yang pahit bagi Jerman, bahwa orang Yahudi di mata mereka adalah sekutu musuh Jerman.

Perjanjian Versailles muncul pada saat kondisi psikologis, politik dan sosial dalam keadaan tidak menentu, penuh dengan dendam kesumat yang dieksploitasi oleh para pemilik modal internasional, yang akhirnya semua itu dapat terungkap. Semangat anti Yahudi tumbuh subur mewarnai aspirasi nasional bangsa Jerman secara menyeluruh.

Faktor Ekonomi
Bukan hanya rakyat jelata Jerman yang mengalami perasaan seperti itu. Para cendekiawan khususnya di kalangan pemerintahan, dan para ahli ekonomi itu juga merasakan hal itu. Akan tetapi, perhatian mereka dicurahkan ke masalah vital lainnya, yaitu masalah ekonomi. Mereka menyadari adanya jurang yang membuat Jerman terperosok kedalamnya, setelah para pemilik modal internasional menguasai perekonomian negara itu, sehingga Jerman secara ekonomi menggantungkan diri kepada kredit luar negeri, yang ada hubungannya secara langsung dengan lembaga keuangan internasional lewat bank negara-negara besar. Para cendekiawan dan politisi Jerman bukan tidak tahu adanya bahaya hutang-piutang semacam itu yang mencekik leher, ibarat tangan ikan gurita yang melilit mangsanya sedikit demi sedikit yang akhirnya
bisa mematikan itu. Bunga kredit itu, dan bunga dari bunganya senantiasa bertambah terus menerus, yang akhirnya berkembang menjadi berlipat ganda dari kredit semula. Untuk membayar kredit itu pemerintah terpaksa menaikkan pajak yang dikenakan pada rakyatnya dari hasil pertanian, industri, perdagangan dan income nasional. Dengan kata lain, arti kredit itu tidak lain adalah perbudakan nasional bagi seluruh rakyat.

Melihat kenyataan seperti itu, para cendekiawan dan politisi Jerman menyadari bahaya cekikan perekonomian negara. Mereka segera mengadakan kesepakatan untuk mencari jalan keluar, yang bisa menyelamatkan Jerman dari ancaman bahaya di atas. Dengan demikian, iklim pembebasan krisis ekonomi telah lahir untuk menyambut setiap langkah yang bisa menyelamatkan Jerman bersama rakyatnya. Muncullah Hitler dengan Nazismenya yang menyerukan kebangkitan Jerman dalam segala aspek kehidupan termasuk membebaskan
diri dari ikatan pihak asing, dan mencetak mata uang sendiri, tanpa bergantung pada kredit. Ia segera mendapat dukungan penuh dari bangsa Jerman. Langkah pertama yang dilakukan adalah mengatur income nasional, sumber daya alam Jerman, industri, pertanian dan kekayaan alam untuk kepentingan bangsa, demi terwujudnya self-reliance atau berdikari.

Langkah ini pada dasarnya merupakan ungkapan nyata yang mewakili aspirasi bangsa Jerman, dan tuntutan mereka. Oleh sebab itu, sambutan mereka ibarat api yang menyambut bensin. Nazisme naik pada tingkat kekuatan politik paling atas yang terorganisir dengan baik. Pendukungnya terdiri dari unsur pemuda, para tokoh intelektual dan para politisi, yang secara serentak menghendaki Jerman muncul kembali sebagai kekuatan dunia yang harus
diperhitungkan. Kehadiran Adolf Hitler di atas pentas percaturan politik Jerman merupakan tokoh penuh dinamika, yang mampu merebut simpati segenap lapisan masyarakat Jerman. Ditambah dengan keberhasilan Mussolini dan Fasismenya di Italia yang terus berjaya menunjukkan kekuatannya, dan munculnya beberapa tokoh diktator di Eropa merupakan faktor yang mendorong Hitler dan Nazismenya bangkit dan menguasai Eropa.

Melihat perkembangan di Jerman, para pemilik modal internasional mengatur siasat setan. Meskipun sasaran Hitler ditujukan kepada orang Yahudi, namun para pemilik modal internasional justru mendorong seruan nasionalisme ekstrem Nazi dan pembangunan ekonomi, yang digalakan oleh Hitler. Dan lagi, setelah Hitler naik daun, para pemilik modal internasional bersedia menarik beban kredit yang memberatkan Jerman, dan merelakan hutang
pampasan perang yang ditolak oleh Hitler. Bahkan mereka memberikan pinjaman lunak kepada Hitler untuk proyek industri dan perdagangan Jerman.

Mereka kemudian mendesak Stalin dan dunia Barat untuk tutup mulut atas kebangkitan militer Jerman secara besar-besaran dari waktu ke waktu. Dalam masalah ini, banyak pengamat sejarah dunia belum menemukan jawaban, mengapa Stalin dan dunia Barat tinggal diam di hadapan Fuhrer Adolf Hitler, yang pada awal perjalanannya masih sangat lemah, yang bisa di hancurkan cukup hanya dengan kekuatan militer Perancis atau Inggris sendiri.
Kegelapan politik saat itu, kenapa para analis, para sejarawan dan para penulis tidak mempersoalkan perjalanan sejarah, yang membuat Eropa tidak mengambil tindakan terhadap langkah agresif Hitler, mulai dari pembatalan perjanjian Versailles, penolakan untuk membayar pampasan perang, membangun kembali militer Jerman, pendudukan atas wilayah Ruhr untuk
dijadikan kawasan industri persenjataan Jerman, pendudukan Swedia, penyerbuan terhadap Czekoslovakia, aneksasi Austria ke dalam wilayah Jerman, dan seterusnya? Keberanian Hitler telah menaikkan namanya dan Nazisme, baik di dalam maupun di luar Jerman. Hitler telah keluar sebagai kekuatan yang membuat bulu Roma negara-negara besar berdiri. Sementara
itu, para pemilik modal Yahudi internasional terus membukakan peluang bagi Hitler, dan mengeluarkan dana besar-besaran secara terselubung, serta merancang pembunuhan terhadap sejumlah besar putra-putra Yahudi dengan meminjam tangan Hitler sebagai kambing tebusan (scape goat). Peristiwa ini kelak dijadikan propaganda untuk menuntut ganti rugi atas kematian mereka. Ini adalah bagian dari program jangka panjang, untuk membuka jalan bagi pecahnya Perang Dunia II.

Hitler mendapat kenangan gemilang pada saat Jerman sebenarnya masih dalam keadaan lemah, belum memiliki kekuatan militer yang memadai. Baru kemudian Hitler membangun angkatan bersenjatanya yang bisa diandalkan. Ia terpaksa membuka hubungan dengan golongan aristokrat militer Jerman golongan Arya', yang dikenal oleh dunia dengan sebutan Junkers. Mereka inilah golongan yang memegang kendali kekuatan militer Jerman sejak beberapa generasi yang lalu. Maka timbullah Perselisihan intern di kalangan Nazi sendiri, antara golongan moderat yang ingin membangun Jerman dengan memperkuat sendi-sendinya, dan golongan ekstrim yang punya hubungan dengan golongan aristokrat militer, penganut faham Karl Reiter yang ingin mendirikan negara Jerman Tulen yang berdasarkan faham supremasi ras Arya,
untuk menguasai seluruh Eropa dengan kekuatan tangan besi.

Banyak analis sejarah yang membahas masalah pertikaian intern dalam tubuh Nazi. Begitu pula media massa dan pergerakan politik sering membicarakannya, namun mereka tidak menyinggung sebab-sebab mendasar yang melatarbelakangi pertikaian ini. Hitler sendiri sebenarnya tidak memihak kepada golongan ekstrim, seperti sering disebut oleh beberapa penulis. Ia tetap bersikap netral tanpa memihak kepada golongan ekstrem, seperti sering
disebut oleh beberapa penulis. Ia tetap bersikap netral tanpa memihak kepada salah satu pihak yang berselisih sampai tahun 1936, ketika peristiwa demi peristiwa yang terjadi akhirnya menempatkan Hitler menganut garis moderat.

Ini terlihat jelas dari usaha yang dilakukan untuk mencoba mengadakan persahabatan dengan Inggris, dan berusaha menjauhi benturan dengan pihak gereja dan para penganut Kristen secara umum. Tindakan Hitler yang sangat berani adalah menutup The Grand Eastern Lodge di Jerman, yang merupakan sarang Free Masonry, mirip dengan The Grand Eastern Lodge yang terdapat di kota besar Eropa lainnya yang dikuasai oleh para pemilik modal internasional.
Meskipun perkumpulan The Grand Eastern Lodge di Jerman melarang orang Yahudi menjadi anggotanya, namun faham atheisme yang terdapat dalam perkumpulan itu bukan tidak lebih berbahaya daripada prinsip para pemilik modal Yahudi internasional. Nazisme merupakan salah satu bentuk atheisme yang mentuhankan negara Jerman. Seluruh dunia harus tunduk kepada Jerman dengan kekuatan, dan membangun kebudayaan supremasi ras Arya Jerman.

Di tengah-tengah perselisihan antar-kelompok dalam Nazi, pribadi Hitler bagi kelompok moderat merupakan sosok pimpinan baru dan bapak pembangunan Jerman. Bagi kelompok ekstrem, Hitler adalah seorang Fuhrer bagi Jerman, dan seorang pimpinan bangsa Arya. Sedang Hitler sendiri berusaha menjauhkan diri dari pelukan golongan aristokrat militer Aryan, yang bagi Hitler sendiri tidak dibutuhkan, karena ia mampu membangun militer Jerman tanpa harus
minta bantuan mereka. Hitler yakin, bahwa satu-satunya jalan untuk mewujudkan perdamaian, dan memberikan pukulan mematikan kepada para pemilik modal Yahudi internasional itu adalah mengadakan persekutuan dengan negara super power di Eropa pada saat itu, yaitu Inggris. Maka, arah politik Hitler ditujukan kepada persekutuan sejenis itu. Antara tahun 1933-1936 Hitler selalu berusaha mengadakan hubungan dengan Inggris, agar bisa membentuk persekutuan bersama. la mempunyai tekad seperti itu sejak masih dalam bukunya yang diberi judul Perjuanganku. Katanya, "Seandainya aku diminta untuk membela kerajaan Inggris dengan kekuatan, pastilah permintaan itu akan kukabulkan dengan senang hati". Hitler kurang jeli, bahwa usaha untuk mencapai keinginan seperti itu terhalang oleh dua kendala besar, yaitu :

1) Para pemilik modal internasional tahu, bahwa dukungan bagi kebangkitan dan militerisasi Jerman yang digalakan oleh Hitler akan membuka jalan bagi pecahnya perang yang mereka rancang sebelumnya. Di lain pihak, Hitler punya beberapa sasaran utama yang akan dituju dalam persekutuannya dengan Inggris, di antaranya mengenyahkan orang-orang Yahudi sampai ke akar-akarnya.

2) Golongan aristokrat militer Aryan di Jerman, yang dari para sejarawan mendapat julukan "Para Pialang Perang Nazi", tidak mau berkompromi, kecuali demi kekuasaan Jerman atas seluruh Eropa, dan membangun kebudayaan yang berpijak pada supremasi bangsa Arya Jerman.

Dengan demikian, kedua kekuatan itu telah sepakat dalam satu hal, yaitu mencegah Hitler untuk mengadakan perjanjian persekutuan dengan Inggris, dan mencegah Jerman dari setiap upaya untuk tidak terlibat dalam perang yang akan datang. Oleh karena itu, usaha Hitler untuk mengadakan hubungan dengan Inggris berkali-kali mengalami kegagalan. Pihak golongan Nazi
ekstrem menjadi jengkel melihat Hitler selalu berusaha berjalan melawan arus yang ditempuh oleh golongan aristokrat militer Jerman. Akhirnya sebuah persekongkolan berusaha untuk membunuh Hitler, tetapi gagal. Usaha pembunuhan kedua terjadi tahun 1936, karena Hitler berusaha lagi mengadakan perjanjian persekutuan dengan Inggris. Tujuannya untuk
menghadapi kekuatan para pemilik modal Yahudi internasional, bahaya Komunisme di Eropa dan untuk menghindari perang yang sudah terasa segera akan pecah. Usaha Hitler untuk mengadakan perjanjian persahabatan dengan Inggris yang terakhir dilakukan bulan Januari 1936 di Berlin, ibukota Jerman.
Inggris diwakili oleh Lord Lowend, sedang Jerman oleh Hitler sendiri dan tangan kanannya Goering dan menteri luar negerinya Von Reintrop. Kita perlu mengetahui masalah ini lebih luas, karena ini merupakan titik perubahan sikap Hitler yang menyentuh perkembangan kondisi Jerman secara keseluruhan.

Untuk itu, kita perlu menelaah buku karya Lord Lowend yang diberi judul Kita dan Jerman (We are and Germany), dan menengok kembali artikel yang dimuat oleh harian The Evening Standard berbahasa Inggris edisi 23 April 1936.
Hitler membeberkan kepada Lord Lowend tentang sikap Jerman terhadap masalah internasional yang dihadapi oleh dunia, khususnya tentang bahaya Komunisme dan bahaya organisasi para pemilik kapital besar. Hitler menjelaskan sebab-sebab yang melatarbelakangi sikap kerasnya terhadap kelompok Yahudi internasional, dan keprihatinan Jerman atas penyusupan organisasi Zionisme yang masuk ke Eropa dan Amerika Serikat. Hitler
berpendapat, bahwa untuk menghindari bahaya itu harus lebih dulu menyingkirkan kelompok pemilik modal Yahudi internasional sampai ke akarakarnya, dengan mengingatkan kembali apa yang diucapkan oleh Disraeli, perdana menteri Inggris kenamaan berdarah Yahudi akhir abad ke 19 dalam catatan diarynya, "Sesungguhnya yang memerintah dunia adalah segelintir orang
yang jauh berbeda dari apa yang dibayangkan oleh orang yang tidak mengerti apa yang
sebenarnya terjadi di balik layar". Reintrop menandaskan kata-kata Hitler. Lord Lowend kemudian menyebutkan laporan komite kerajaan Inggris yang diberi tugas menyelidiki skandal percukaian Kanada di bawah pimpinan Mr. Stevens pada tahun 1927-1928. Von Reintrop sendiri saat itu berada di Kanada. Dalam laporan itu dijelaskan, bahwa sindikat penyelundupan yang punya hubungan dengan para pemilik modal Yahudi internasional bisa mengeruk uang setiap
tahunnya lebih dari 100 juta dolar Amerika. Jumlah itu sangat besar waktu itu, yang diperoleh lewat sogokan, pemerasan dan sebagainya, sehingga timbulgoncangan kehidupan sosial dan politik di Kanada. Untuk memperkuat laporan pemerintah Inggris itu, Von Reintrop menambahkan, bahwa kebobrokan seperti itu, lebih dulu harus disingkirkan sumbernya, yaitu
kelompok pemilik modal internasional. Pembicaraan itu berakhir setelah Von Reintrop dan Goering memaparkan pemikiran dan pandangan profesor Karl Reiter dan para ideolog Nazi kepada Lord Lowend. Hitler menutup pertemuan itu dengan meminta, agar menteri Inggris itu menyampaikan kepada pemerintahnya tentang sikap dan pandangan Hitler, dan menawarkan untuk mempertimbangkan kemungkinan terbentuknya persekutuan bersama antara
Jerman dan Inggris. Setelah tiba di Inggris, Lord Lowend menyampaikan gagasan dan pandangan Hitler kepada pemerintah Inggris, tetapi ditolak mentah-mentah. Lord Lowend diberi tugas kembali untuk menjelaskan penolakan tersebut. Pada tanggal 21 Februari 1936 Lord Lowend kirim surat kepada Von Reintrop yang berisi penolakan pemerintah Inggris atas gagasan dan tawaran Hitler, dan menerangkan faktor-faktor penyebabnya. Hitler kemudian sepenuhnya berpaling kepada golongan aristokrat militer Jerman, dengan mengambil prinsip dan rancangan mereka. Sejak itu Hitler berkeyakinan, bahwa satu-satunya jalan untuk mewujudkan cita-cita bangsa Jerman dan membinasakan musuh-musuhnya adalah perang.

Sejak tahun 1936 tahap kedua masa pemerintahan Hitler dimulai. Prinsip Nazisme berhaluan keras telah mewarnai sepak-terjangnya untuk mempersiapkan diri menghadapi perang. Sementara itu, apa yang terjadi di Italia mirip dengan apa yang terjadi di Jerman. Akibatnya yang wajar, Hitler tertarik untuk mendekati Mussolini, yang akhirnya keduanya membentuk
poros Berlin-Roma. Spanyol merupakan medan percobaan bagi kekuatan yang bertikai di Eropa, yaitu Hitler dan Mussolini berpihak kepada kaum nasionalis. Perang saudara tersebut berakhir pada bulan Juli 1936 dengan kemenangan di pihak jenderal Franco kemudian tampil sebagai pemimpin baru di Spanyol.

0 komentar: