Dari Ali bin Abi Thalib r.a., "Bahwasanya kami sedang duduk bersama Rasulullah saw. di dalam masjid. Tiba-tiba datang Mus'ab bin Umair r.a. dan tiada di atas badannya kecuali hanya sehelai selendang yang bertampung dengan kulit. Tatkala Rasulullah saw.melihat kepadanya Baginda menangis dan menitikkan air mata kerena mengenang kemewahan Mus'ab ketika berada di Mekkah dahulu (kerena sangat dimanjakan oleh ibunya) dan kerena memandang nasib Mus'ab sekarang (ketika berada di Madinah sebagai seorang Muhajirin yang terpaksa meninggalkan segala harta benda dan kekayaan di Mekkah). Kemudian Nabi Muhammad saw. bersabda, "Bagaimana keadaan kamu pada suatu saat nanti, pergi di waktu pagi dengan satu pakaian, dan pergi di waktu petang dengan pakaian yang lain pula. Dan bila diangkat satu hidangan diletakan pula satu hidangan yang lain. Dan kamu menutupi (menghias) rumah kamu seperti kamu memasang kelambu Ka'bah?". Maka jawab sahabat, "Wahai Rasulullah, tentunya di waktu itu kami lebih baik dari hari ini. Karena kami berat kepada masalah ibadat saja dan tidak mencari rezeki". Lalu Nabi saw. bersabda, "Tidak! Keadaan kamu hari ini adalah lebih baik daripada keadaan kamu di hari itu". (Riwayat Tirmizi)
Keterangan:
Dalam hadits ini Nabi kita Muhammad saw. menerangkan bahawa umatnya pada suatu masa kelak akan mendapat kekayaan dan kelapangan dalam kehidupan. Pagi petang pakaian silih berganti. Hidangan makanan tak putus-putus. Rumah-rumah mereka tersergam indah dan dihias dengan bermacam-macam perhiasan. Dalam keadaan demikian kita juga mungkin akan berkata seperti perkataan sahabat. Di mana, kalau semuanya sudah ada, maka senanglah hendak membuat ibadat. Tetapi Nabi kita Muhammad saw. mengatakan, "Keadaan serba kekurangan itu adalah lebih baik untuk kita", artinya lebih memungkinkan kita untuk beribadat.
Kemewahan hidup banyak menghalang seseorang dari berbuat ibadat kepada Allah swt., seperti yang berlaku di hari ini. Segala yang kita miliki kalaupun tidak melebihi keperluan, namun itu sudah mencukupi. Tetapi, bila dibanding dengan kehidupan para sahabat, kita jauh lebih mewah daripada mereka, sedangkan ibadat kita sangat jauh ketinggalan. Kekayaan dan kemewahan yang ada, selalu menyibukkan kita dan menghalangi dari berbuat ibadah. Kita sibuk menghimpun harta dan juga sibuk menjaganya serta sibuk untuk menambah lebih banyak lagi. Tidak ubah seperti apa yang pernah disabdakan oleh Rasulullah saw., "Seandainya seorang anak Adam itu telah mempunyai satu jurang emas, dia berhasrat untuk mencari jurang yang kedua, sehingga ia dimasukkan ke dalam tanah (menemui kematian)".
Begitulah gambaran yang sebenar terhadap keserakahan manusia dalam menghimpun harta kekayaan. Ia sentiasa mencari dan menambah, sehingga ia menemui kematian. Maka ketika itu, barulah ia sedar diri dengan seribu satu penyesalan. Tetapi di saat itu sudah tidak berguna lagi penyesalan. Oleh itu janganlah kita lupa daratan dalam mencari harta kekayaan. Tidak kira halal atau haram, yang penting dapat harta. Tidak kira waktu sembahyang, bahkan semua waktu digunakan untuk menimbun kekayaan. Biarlah kita mencari harta benda dunia pada batas-batas keperluan. Kalau berlebihan bolehlah digunakan untuk menolong orang lain yang kurang bernasib baik, suka menderma dan suka bersedekah, sebagai simpanan untuk hari akhirat kelak. Orang yang bijak adalah orang yang mempunyai perhitungan untuk masa akhiratnya dan ia menjadikan dunia ini tempat bertanam dan akhirat tempat memetik buahnya.
Hadits 10: Bahaya Kemewahan
Diposting oleh hbandowo di 16.01
Label: Hadits Akhir Zaman
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Diseño por headsetoptions | A Blogger por Blog and Web
0 komentar:
Posting Komentar