Yahudi Menggenggam Dunia (10)

Oleh : William G. Carr
Penterjemah : Musthalah Maufur MA

REVOLUSI INGGRIS
Edward I adalah raja Inggris pertama yang berani mengusir orang-orang Yahudi dari negerinya. Peristiwa itu memancing para tokoh Yahudi di Perancis, Belanda, Jerman, dan Inggris untuk mengadakan kekacauan untuk menggoncang seluruh Inggris. Langkah pertama yang mereka tempuh adalah menciptakan perpecahan antara raja Inggris dan pemerintahnya, dan di sisi lain antara pemerintah dan gereja. Konspirasi Yahudi Internasional mulai menyemprotkan racun dengan konsep-konsep kontroversial di kalangan politik dan gereja di Inggris, sehingga negeri itu terjebak ke dalam pertikaian intern antara pemerintah dan para tokoh gereja. Bahkan rakyat Inggris sendiri terbelah menjadi sekte-sekte yang saling bermusuhan, yaitu antara Protestan dan Katolik. Kemudian kelompok Protestan sendiri terbelah menjadi dua kelompok. Sedang biang kejadian pergolakan yang memporak-porandakan bersembunyi dibalik layar.



Kemudian ketika Charles I menduduki singgasana sebagai raja Inggris, dan terjadi perselisihan dengan parlemen, seorang pemilik modal Yahudi berkebangsaan Belanda bernama Minasbech ben Esrael mendapat peluang untuk menghubungi panglima kenamaan Inggris Oliver Cromwell, menawarkan sejumlah besar uang untuk membiayai sebuah rencana rahasia yang bertujuan menggulingkan tahta kerajaan Inggris. Cromwell menerima baik tawaran itu. Selanjutnya ia bergabung dengan para anggota pemilik modal Yahudi internasional lainnya, untuk melaksanakan rencana tersebut. Kerjasama mulai dirintis dengan diperkuat oleh tokoh Yahudi bernama Fernandez Carfagal, yang kemudian menjadi kepala penasehat di bidang Angkatan Bersenjata Cromwell, dan mendapat julukan sebagai Yahudi Agung.

Persekongkolan ini membuat Cromwell sebagai tokoh gerakan militer bawah tanah, yang didukung dengan keuangan dan persenjataan secara besar-besaran oleh kekuatan di balik layar. Ketika rencana itu mulai mengerahkan kekuatan senjata, ratusan tentara bayaran yang terlatih membanjiri masuk ke Inggris dengan menyelundup, dan selanjutnya bergabung dengan gerakan pengacauan yang dikendalikan oleh kelompok Yahudi, mengadakan tindakan teror di berbagai tempat. Mereka menyebarluaskan kepanikan di kalangan penduduk, untuk memancing terjadinya perang saudara melawan pasukan pemerintah.
Taktik kotor Yahudi seperti itu merupakan mata rantai sejarah sejak dulu hingga kini, seperti yang kita saksikan di wilayah pendudukan Israel di Palestina sekarang. Pergolakan yang terjadi di Inggris itu dipimpin dari balik layar oleh tokoh Yahudi berkebangsaan asing bernama De Souz. Ia adalah duta besar Portugal untuk London ketika itu, di samping tokoh Yahudi lain yaitu Fernandez Carfagal yang mendapat perlindungan kekebalan diplomatik dari sang duta besar itu.

Revolusi Inggris mulai disulut, setelah para pemilik modal melihat saatnya telah tiba, dan segala sesuatunya telah siap. Mereka mulai mengobarkan api pertikaian agama antara Protestan dan Katolik. Setelah itu, mereka baru memunculkan gerakan bersenjata, sehingga suhu politik dan sosial di Inggris menjadi kacau dan mencemaskan. Keterangan rinci tentang hal ini bisa dibaca
dalam buku Biografi Charles II, karya Isaac Disraeli seorang tokoh Yahudi Inggris, ayah Benjamin Disraeli, yang kelak merupakan politikus dan menjadi Perdana Menteri Inggris beberapa kali, dan mendapat gelar Lord Baker Sefield.
Dalam buku yang ditulisnya itu Isaac Disraeli mengatakan, bahwa ia mendapatkan sebagian besar catatan tentang lika-liku revolusi Inggris itu dari Maleh Bour De Salem, seorang tokoh Yahudi yang menjadi duta besar Inggris untuk Perancis pada masa raja Charles I. Disamping itu, ia juga menulis tentang kesamaan revolusi Inggris dan revolusi yang terjadi di Perancis
dikemudian hari. Hakikat kedua revolusi tersebut adalah hasil karya tangan yang sama.

Keterlibatan Lord Cromwell dalam persekongkolan Yahudi Internasional diungkapkan oleh Alfred Douglas dalam majalah mingguan Plain English edisi 3 September 1921. Alfred menjelaskan, bahwa Persekongkolan Yahudi Internasional sudah lama hilang. Namun perkumpulan itu masih bisa mengatur langkah-langkah untuk berhubungan dengan kawannya yang berkebangsaan Belanda Kannis Moulheim pada masa Napoleon Bonaparte.
Ternyata ada dokumen berupa sebuah surat rahasia berbahasa Jerman yang dikirim oleh Lord Cromwell kepada pimpinan perkumpulan Yahudi Ebenz Brant yang berbunyi sebagai berikut :

"Kami akan mendukung setiap imigrasi Yahudi ke Inggris sebagai imbalan atas bantuan keuangan Yahudi yang telah diberikan. Namun hal itu nampaknya mustahil, selama raja Charles masih hidup. Sedang menghabisi hidup Charles lewat pengadilan juga tidak mungkin. Saat ini kami tidak mempunyai landasan yang cukup kuat untuk menuntutnya dengan hukuman mati di pengadilan.
Satu-satunya jalan yang bisa kami sarankan adalah dengan jalan membunuhnya. Akan tetapi, kami juga tidak bisa memberikan jalan, bagaimana cara membunuhnya, kecuali menyewa pembunuh bayaran profesional. Kemudian kami akan membantunya dalam melarikan diri ke luar Inggris."

Surat Cromwell di atas dibalas oleh Ebenz Brant sebagai berikut :
"Kami akan mengulurkan bantuan finansial yang dibutuhkan, jika Charles telah digulingkan, dan orang-orang Yahudi diterima di Inggris. Percobaan membunuh Charles adalah langkah yang berbahaya. Jalan terbaik adalah dengan taktik yang membuat Charles melarikan diri. Pada saat itu Charles harus ditangkap dan diajukan ke pengadilan untuk dihukum mati. Setelah itu, uluran bantuan kami akan segera mengalir. Berbicara tentang syarat-syarat, sebelum dimulai pengadilan itu tidak akan banyak gunanya."

Dua bulan setelah mereka bisa membuat raja Charles melarikan diri, sang raja segera ditangkap. Menurut sejarawan Inggris kenamaan, yaitu Hollis dan Laudloo, Cromwell adalah orang yang mengatur siasat terjadinya peristiwa itu semua. Sebelum raja Charles melarikan diri, Cromwell terlebih dulu telah membersihkan para pendukung setia raja dari parlemen selama dua bulan
sebelumnya. Setelah itu, pada tanggal 6 Januari 1649 dibentuk sebuah Mahkamah yang dinamakan Mahkamah Pengadilan Tinggi, yang dimaksudkan untuk mengadili sang raja. Dua pertiga dari anggota Mahkamah ini adalah anggota pasukan Cromwell sendiri. Namun Cromwell sendiri tidak bisa memainkan peranan seperti diharapkan oleh para arsiteknya. Akhirnya
para tokoh Yahudi menugaskan tokoh Yahudi Inggris bernama Carfagal untuk mengatur siasat, kerjasama dengan Isaac Dwerlous, dan mereka berhasil menciptakan tuduhan pengkhianatan terhadap raja Charles. Hakikat peristiwa ini berbeda dari apa yang ditulis oleh sejarah, bahwa tersingkirnya Raja Charles karena rakyat Inggris menentangnya. Dan tepat pada tanggal 30 Januari 1649 Raja Charles dihukum mati di depan gedung pusat lembaga keuangan Yahudi
yang berdiri dekat White Hall London. Dengan demikian, orang-orang Yahudi telah melampiaskan dendam kesumat kepada sang raja atas pengusiran mereka dari Inggris sejak masa pemerintahan Cromwell. Maka Cromwell segera diberi uang yang dijanjikan untuknya, persis seperti ketika Yahudi bersekongkol dengan tokoh-tokoh Yahudi untuk membunuh Nabi Musa as.

Satu hal yang perlu diingat ialah, bahwa tujuan persekongkolan Yahudi bukan sekedar membunuh Raja Charles, tapi lebih jauh ingin menguasai perekonomian Inggris, dan menyalakan api peperangan antara Inggris melawan negara lain-lain. Peperangan yang berkecamuk pasti memerlukan biaya yang besar. Para penguasa Eropa diharapkan akan meminjam uang dari para pemilik modal Yahudi itu dengan bunga berlipat-ganda. Dan
ketergantungan keuangan itu akan memberi mereka kesempatan untuk mendikte kebijakan pemerintah yang bersangkutan, disamping akan mendapat keuntungan uang berlipat ganda dari hutang yang mereka pinjamkan.
Sebenarnya sudah bisa diperkirakan mengenai peristiwa yang bakal terjadi, setelah terbunuhnya Raja Charles tahun 1649 hingga berdirinya Bank Inggris tahun 1694, yang di antara periode itu hutang nasional kerajaan Inggris telah naik sampai tingkat yang mencemaskan. Untuk lebih jelasnya, kita lihat kronologi peristiwa sejak meninggalnya Charles sebagai berikut :

1649 : Cromwell menyerbu ke Irlandia dengan mengandalkan dukungan finansial dari para pemilik modal internasional, sehingga api pertikaian berkobar antara orang-orang Irlandia yang beragama Katolik, disebabkan oleh penderitaan mereka akibat serbuan Inggris yang
membawa bendera Protestan.

1650 : Pemberontakan meletus terhadap Cromwell di bawah panglima Inggris Son Trous, tapi bisa dipatahkan, dan pemimpin pemberontak itu ditangkap.

1651 : Charles 11 putra raja Charles I memerangi Cromwell, tapi tidak berhasil, dan kemudian ia dibuang ke Perancis.

1652 : Inggris terlibat perang melawan Belanda.

1653 : Cromwell mengumumkan diri sebagai penguasa mutlak dengan gelar The Lord Defender of Great Britain.

1654 : Inggris terlibat perang di Eropa lagi.

1656 : Pergolakan koloni Inggris di Amerika, yang kemudian lahir Negara Amerika Serikat.

1657 : Cromwell meninggal dunia, disusul dengan penobatan putranya, Richard sebagai penguasa Inggris.

1659 : Richard jemu dalam persekongkolan dengan Yahudi yang berkepanjangan, kemudian ia mengundurkan diri dari pemerintah.

1660 : Jenderal Monk dari angkatan bersenjata Inggris menduduki London, kemudian mengangkat Charles II sebagai raja Inggris.

1661 : Skandal persekongkolan antara Cromwell dan para pemimpin Yahudi terungkap, dan menimbulkan reaksi menggemparkan di London.
Makam Cromwell diserbu oleh massa, dan dibongkar sebagai pelampiasan kemarahan mereka.

1662 : Pertentangan agama antara sekte Kristen Protestan; dan penindasan sekte yang menolak untuk tunduk kepada gereja resmi Inggris, yaitu Gereja Anglikan.

1664 : Inggris terlibat perang lagi melawan Belanda.

1665 : Krisis ekonomi melanda Inggris, yang menimbulkan pengangguran dan kelaparan di kalangan rakyat. Juga di tahun itu terjadi musibah kebakaran besar yang menghanguskan sebagian besar kota London, disusul kemudian berjangkitnya wabah penyakit lepra.

1666 : Inggris terlibat perang melawan Belanda dan Perancis.

1667 : Gerakan sabotase rahasia yang digerakkan oleh orang-orang Yahudi muncul kembali dikalangan elit pemerintah, yang dikenal dalam sejarah Inggris dengan sebutan Kabala, sehingga muncul gelombang baru dalam penindasan agama dan politik di Inggris.

1674 : Program baru yang dilakukan oleh kelompok Konspirasi Internasional menggunakan dan menampilkan peran baru dan para kaki tangan baru pula, dengan menghentikan perang antara Belanda melawan Inggris.
Langkah pertama adalah mengorbitkan William Straad Holder untuk menduduki panglima tertinggi angkatan bersenjata Belanda, dan mendapat gelar Duke of Orange. Setelah itu, mereka mengatur skenario untuk bisa mempertemukannya dengan Lady Mary, putri pewaris tahta
kerajaan Inggris, yaitu Duke of York.


1677 : Pernikahan putri Mary dengan Duke of Orange, yang berarti mendekatkan singgasana Inggris dengan Duke of Orange tersebut. Dan tabir penghalang yang membatasinya hanyalah keberadaan Charles II dan Duke of York. Maka kalau kedua orang itu bisa dienyahkan berarti
singgasana Inggris berada di tangannya.

1683 : Usaha Konspirasi untuk membunuh Raja Charles II dan Duke of York.
Akan tetapi, persekongkolan tersebut gagal.

1685 : Charles II meninggal dunia. Duke of York menaiki tahta kerajaan Inggris dengan gelar Raja James II. Kemudian tersiar desas-desus luas yang diatur oleh Konspirasi Internasional untuk menentang raja baru itu pada saat penobatannya. Dan Duke of Mouth Moot terlibat pertempuran menentang raja baru, tapi tidak berhasil, dan ia sendiri ditawan, lalu
dihukum mati pada tanggal 15 Juli 1685. Sebagai buntutnya, terjadilah penangkapan besar-besaran terhadap para penentang raja. Sementara itu, kekuatan Konspirasi Yahudi terus mengipas angin kebencian rakyat terhadap raja, sebagai upaya untuk memberi jalan lapang bagi Duke of Orange menuju singgasana Inggris.

1688 : Kekuatan Konspirasi merintis satu langkah baru, setelah melihat perkembangan situasi yang terjadi di Inggris, yaitu mengatur penyerbuan yang dipimpin oleh pangeran William of Orange itu dari Belanda, dengan dukungan kapal-kapal laut pada tanggal 5 November
menuju pantai Turbay, sehingga memaksa Raja James II turun tahta, dan meninggalkan Inggris menuju Perancis. Rakyat telah termakan oleh isu yang diatur sebelumnya dari satu sisi, dan dari sisi lain disebabkan karena tindakan pembersihan besar-besaran yang dilakukan oleh raja
James II terhadap para penentangnya, setelah gagalnya pemberontakan Duke of Mouth Moot. Disamping itu, kepribadian James sendiri juga telah ikut andil sebagai penyebab keruntuhannya.

1689 : William of Orange dan putri Mary sang permaisuri mengukuhkan diri sebagai Raja dan Ratu Inggris. Berhubung mantan Raja James II itu beragama Katolik, maka rakyat Inggris yang beragama Katolik berusaha mengembalikan James menjadi raja mereka. Dan kekuatan Konspirasi memunculkan William of Orange sebagai pahlawan Protestan. Dan benar, Raja James kembali ke Irlandia, sebuah negara bagian Inggris raya yang beragama Katolik pada bulan Maret tahun itu. Pertempuran sengit pun tidak bisa terhindarkan antara mantan raja dengan pasukan William of Orange pada 12 Juli 1689. Dengan kata lain, pasukan Katolik perang
melawan pasukan Protestan.

Sampai sekarang, orang Inggris tetap memperingati peristiwa perang tersebut tanpa menyadari, bahwa sebenarnya yang terlibat dalam perang itu merupakan mainan yang dibuat olah para pemilik modal Yahudi Internasional yang bertujuan menguasai ekonomi dan politik Inggris sejak tahun 1640 hingga 1689.
Inggris merupakan super power dan merupakan titik temu kekuatan ekonomi Eropa. Maka untuk melangkah pada tahap yang paling menentukan bagi rencana Konspirasi Internasional adalah mendirikan lembaga keuangan Inggris, dan menanam modal mereka pada ekonomi nasional Inggris, yang sedang memikul beban pinjaman besar akibat perang yang dirancang oleh
mereka sendiri.

Dari berbagai peristiwa historis yang telah berlalu dibuktikan, bahwa negara dan bangsa, baik yang memulai dengan agresi militernya, atau mengumandangkan terompet pemberontakan dan kekuasaan, pada akhirnya tidak pernah bisa secara obyektif mendapat hasil yang diidamkan, atau bisa memecahkan masalah yang mereka hadapi, baik secara politik, ekonomi maupun budaya. Sedang pihak yang beruntung dan terus beruntung tidak lain adalah kekuatan Konspirasi Yahudi Internasional itu sebagai pemilik modal internasional dan pialang perang, yang memainkan peran dari balik layar.

Maka tidak aneh kalau panglima perang Belanda William of Orange yang berhasil menaiki singgasana kerajaan Inggris itu telah membawa negara ke lembah hutang sebesar £1.250.000 dari para pemilik modal Yahudi Internasional. Setiap anak sekolah di Inggris bisa membaca peristiwa tragis tersebut dalam buku sejarah nasional Inggris. Akan tetapi, pembicaraan
mengenai hutang yang dilakukan oleh John Hoblan dan William Peterson yang mewakili pemerintah Inggris tidak menyebutkan sama sekali, siapa nama para pemilik modal yang memberikan hutang dalam jumlah sebesar itu, dan sampai sekarang identitas mereka merupakan teka-teki dalam sejarah. Menurut para sejarawan yang mencatat peristiwa pembicaraan mengenai hutang-hutang itu dinyatakan, bahwa pembicaraan dilakukan dalam sebuah gereja yang tertutup untuk menjaga kerahasiaannya. Syarat yang diajukan oleh para pemilik modal Yahudi untuk memberikan pinjaman dalam jumlah tersebut di atas, dan
disetujui oleh Raja William of Orange beserta para utusannya adalah :

Nama dan identitas pemberi pinjaman harus dirahasiakan. Pemerintah harus memberikan rekomendasi istimewa bagi berdirinya Bank Inggris. Pemerintah Inggris harus menjamin keamanan direktur Bank tersebut. Mereka akan memberi pinjaman sebesar £ 1.250.000 dengan jaminan, bahwa :
1) setiap £ 10 dari uang pinjaman berarti memberi wewenang kepada mereka untuk mencetak £ 1 mata uang emas, dan didepositokan khusus bagi mereka di Bank tersebut.
2) mereka diberi wewenang untuk menentukan angka hutang nasional Inggris, dan sekaligus diberi kepastian mengenai pembayarannya kembali, baik pinjaman pokok maupun jumlah bunganya, dengan mengenakan pajak langsung kepada rakyat Inggris.

Demikianlah bunyi syarat itu. Jelaslah kiranya, bahwa raja boneka Konspirasi Yahudi William of Orange telah menjual kerajaan Inggris dan rakyatnya kepada pemilik modal Yahudi Internasional seharga £ 1.250.000. Ini berarti, impian mereka untuk menguasai Inggris secara ekonomis dan politik telah menjadi kenyataan lewat Bank Inggris, yang telah berhasil dikuasai itu.

Demikian juga ini berarti, mereka telah mempunyai hak untuk mengeluarkan mata uang Inggris secara resmi. Oleh karena itu, kekuatan hukum tidak lagi mampu menyentuh atau menghalangi mereka, setelah kendali kekuasaan berada dalam genggaman tangan mereka. Pemerintah Inggris telah ditenggelamkan dalam lumpur hutang besar-besaran. Dengan kapasitas yang
diberikan pemerintah kepada Bank Inggris untuk mengeluarkan setiap pinjaman £ 10.000 untuk setiap £ 100 emas yang disimpan dalam nomor account khusus mereka sebagai jaminan, berarti mereka mendapat bunga dari keseluruhan jumlah, yaitu £ 1.000, bukan hanya sepersepuluh dari jumlah nilai itu. Setiap nasabah yang mau pinjam, baik individu maupun lembaga, harus menyediakan jaminan berupa tanah, saham atau harta milik apa raja, dan
harganya dinilai jauh di bawah harga umum. Kalau pihak peminjam terlambat membayar pinjaman itu atau bunganya, pihak Bank segera menahan barang jaminan tersebut. Dengan demikian para pemilik saham Bank itu akan mendapat laba berlipat ganda. Bukan hanya itu, tapi tujuan utamanya adalah membuat bangsa Inggris tidak berdaya mengembalikan hutang itu, yang kemudian membuat negara itu berada dalam kondisi baru dan terperangkap ke
dalam jerat-jerat yang telah dipasang oleh garis Yahudi Internasional.

Dalam waktu 4 tahun, hutang nasional Inggris, yaitu sejak tahun 1694-1698, melonjak dari £ 1.250.000 menjadi £ 16 juta. Ini disebabkan keterlibatan Inggris dalam berbagai peperangan di Eropa. Kemudian kekuatan Konspirasi Internasional menggelar jeratnya lebih jauh lagi, dengan menyalakan api peperangan yang dalam sejarah Eropa dikenal dengan Peperangan Spanyol
Berkepanjangan. Tahun 1701 Duke of Malbour terpilih sebagai panglima angkatan bersenjata Belanda.

Dalam Encyclopedia Yahudi (Jewish Encyclopedia) diakui, diakui bahwa Duke of Malbour ketika itu mendapat komisi sebesar £ 60.000 setiap tahunnya dari pemilik modal Yahudi Belanda bernama Solomon Medina.
Kronologi peristiwa sejarah menunjukkan kepada kita sampai pada saat meletusnya Revolusi Perancis tahun 1789, bagaimana Inggris bisa terjerembab dalam lilitan hutang hingga mencapai £ 885 juta pada tahun 1815. Adapun tahun 1945 hutang tersebut telah mencapai angka mengerikan, yaitu £ 22.503.532. 372. Sedang jumlah bunga yang harus dibayar pada tahun 1945-1946 mencapai angka £ 445.447.841.

0 komentar: