Ajaran Sosial Shalat

Oleh : A Zaenal Muttaqien

Amal hamba yang pertama diperiksa pada hari kiamat adalah shalat. Jika sempurna shalatnya maka sempurna amal yang lainnya. (HR Ahmad).
Shalat adalah tolok ukur utama untuk menentukan bagus tidaknya amalan seseorang, begitu kurang lebih maksud sabda Rasul SAW tersebut.

Sebagai ibadah wajib, shalat berbeda dengan ibadah yang lainnya. Dalam Al Quran kata perintah yang dipakai oleh Allah untuk mewajibkan perintah shalat memakai kata iqoma yang artinya tegakkan. Kata tegak di sini mengandung pengertian bahwa shalat tidak berhenti pada pelaksanaannya saja, lebih dari itu adalah mewujudkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Karena, shalat pada dasarnya miniatur kehidupan orang beriman.



Shalat termasuk ibadah ritual yang tidak dapat dipisahkan dengan masalah sosial. Baik tidaknya shalat seseorang tidak hanya dinilai dari segi teknisnya (kaifiyah) saja, tapi juga perilaku sosialnya. Firman Allah: Sesungguhnya shalat itu mencegah dari keji dan mungkar (QS Al-Ankabut [29]: 45).

Bahkan, Allah mencela orang yang shalat tapi perilakunya buruk.
Firman Allah, ''Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan memberi dengan barang berguna.'' (QS Al Ma'un [107]: 4-5).

Kalau selama ini kita mengerjakan shalat tapi perilaku sosial kita belum baik, itu artinya kita belum termasuk dalam kategori menegakkan shalat.

Budaya jam karet yang masih subur dan rendahnya disiplin di kalangan orang Islam, tidak sejalan dengan ajaran shalat yang lebih utama dilakukan di awal waktu. Makin suburnya individualisme, hedonisme, dan pudarnya rasa kegotongroyongan sangat betolak belakang dengan ajaran shalat yang lebih diutamakan dikerjakan dengan berjamaah.
Shalat sangat ditekankan untuk dilaksanakan dengan berjamaah. Perbandingan pahala shalat berjamaah dengan shalat sendirian satu berbanding dua puluh tujuh.

Shalat bila ditegakkan dengan benar, juga akan membuat jiwa-jiwa menjadi tenang dan tenteram. ''Bahwasanya manusia dijadikan berkeluh kesah, apabila ditimpa kesukaran ia gundah, dan apabila mendapat kebaikan ia kikir, kecuali orang-orang yang shalat. (QS Al Maarij [70]: 19-22).

Sudahkah kita menegakkan shalat? Ataukah kita sekadar melakukannya untuk menggugurkan kewajiban saja?

0 komentar: