Kebudayaan Islam (1)

Oleh : Muhammad Husain Haekal

MUHAMMAD telah meninggalkan warisan rohani yang agung, yang telah menaungi dunia dan memberi arah kepada kebudayaan dunia selama dalam beberapa abad yang lalu.Ia akan terus demikian sampai Tuhan menyempurnakan cahayaNya ke seluruh dunia. Warisan yang telah memberi pengaruh besar pada masa lampau itu, dan akan demikian, bahkan lebih lagi pada masa yang akan datang, ialah karena ia telah membawa agama yang benar dan meletakkan dasar kebudayaan satu-satunya yang akan menjaminkebahagiaan dunia ini. Agama dan kebudayaan yang telah dibawa Muhammad kepada umat manusia melalui wahyu Tuhan itu, sudah begitu berpadu sehingga tidak dapat lagi terpisahkan.



Kalau pun kebudayaan Islam ini didasarkan kepada metoda-metodailmu pengetahuan dan kemampuan rasio, - dan dalam hal ini samaseperti yang menjadi pegangan kebudayaan Barat masa kitasekarang, dan kalau pun sebagai agama Islam berpegang padapemikiran yang subyektif dan pada pemikiran metafisika namunhubungan antara ketentuan-ketentuan agama dengan dasarkebudayaan itu erat sekali. Soalnya ialah karena carapemikiran yang metafisik dan perasaan yang subyektif di satupihak, dengan kaidah-kaidah logika dan kemampuan ilmupengetahuan di pihak lain oleh Islam dipersatukan dengan satuikatan, yang mau tidak mau memang perlu dicari sampai dapatditemukan, untuk kemudian tetap menjadi orang Islam denganiman yang kuat pula. Dari segi ini kebudayaan Islam berbedasekali dengan kebudayaan Barat yang sekarang menguasai dunia,juga dalam melukiskan hidup dan dasar yang menjadi landasannyaberbeda. Perbedaan kedua kebudayaan ini, antara yang satudengan yang lain sebenarnya prinsip sekali, yang sampaimenyebabkan dasar keduanya itu satu sama lain saling bertolakbelakang.

Timbulnya pertentangan ini ialah karena alasan-alasan sejarah,seperti sudah kita singgung dalam prakata dan kata pengantarcetakan kedua buku ini. Pertentangan di Barat antara kekuasaanagama dan kekuasaan temporal1 sebagai bangsa yang menganutagama Kristen atau dengan bahasa sekarang antara gerejadengan negara menyebabkan keduanya itu harus berpisah, dankekuasaan negara harus ditegakkan untuk tidak mengakuikekuasaan gereja. Adanya konflik kekuasaan itu ada jugapengaruhnya dalam pemikiran Barat secara keseluruhan. Akibatpertama dari pengaruh itu ialah adanya permisahan antaraperasaan manusia dengar pikiran manusia, antara pemikiranmetafisik dengan ketentuan-ketentuan ilmu positif (knowledgeof reality) yang berlandaskan tinjauan materialisma.Kemenangan pikiran materialisma ini besar sekali pengaruhnyaterhadap lahirnya suatu sistem ekonomi yang telah menjadidasar utama kebudayaan Barat.

Sebagai akibatnya, di Barat telah timbul pula aliran-aliranyang hendak membuat segala yang ada di muka bumi ini tundukkepada kehidupan dunia ekonomi. Begitu juga tidak sedikitorang rang ingin menempatkan sejarah umat manusia dari segiagamanya, seni, f1lsafat, cara berpikir dan pengetahuannya -dalam segala pasang surutnya pada berbagai bangsa - denganukuran ekonomi. Pikiran ini tidak terbatas hanya pada sejarahdan penulisannya, bahkan beberapa aliran filsafat Barat telahpula membuat pola-pola etik atas dasar kemanfaatan materi inisemata-mata. Sungguh pun aliran-aliran demikian ini dalampemikirannya sudah begitu tinggi dengan daya ciptanya yangbesar sekali, namun perkembangan pikiran di Barat itu telahmembatasinya pada batas-batas keuntungan materi yang secarakolektif dibuat oleh pola-pola etik itu secara keseluruhan.Dan dari segi pembahasan ilmiah hal ini sudah merupakan suatukeharusan yang sangat mendesak.

Sebaiiknya mengenai masalah rohani, masalah spiritual, dalampandangan kebudayaan Barat ini adalah masalah pribadi semata,orang tidak perlu memberikan perhatian bersama untuk itu. Olehkarenanya membiarkan masalah kepercayaan ini secara bebas diBarat merupakan suatu hal yang diagungkan sekali, melebihikebebasan dalam soal etik. Sudah begitu rupa merekamengagungkan masalah kebebasan etik itu demi kebebasan ekonomiyang sudah sama sekali terikat oleh undang-undang.Undang-undang ini akan dilaksanakan oleh tentara atau olehnegara dengan segala kekuatan yang ada.

Kebudayaan yang hendak menjadikan kehidupan ekonomi sebagaidasarnya, dan pola-pola etik didasarkan pula pada kehidupanekonomi itu dengan tidak menganggap penting arti kepercayaandalam kehidupan umum, dalam merambah jalan untuk umat manusiamencapai kebahagiaan seperti yang dicita-citakannya itu,menurut hemat saya tidak akan mencapai tujuan. Bahkantanggapan terhadap hidup demikian ini sudah sepatutnya bilaakan menjerumuskan umat manusia ke dalam penderitaan beratseperti yang dialami dalam abad-abad belakangan ini. Sudahseharusnya pula apabila segala pikiran dalam usaha mencegahperang dan mengusahakan perdamaian dunia tidak banyak membawaarti dan hasilnya pun tidak seberapa. Selama hubungan sayadengan saudara dasarnya adalah sekerat roti yang saya makanatau yang saudara makan, kita berebut, bersaing dan bertengkaruntuk itu, masing-masing berpendirian atas dasar kekuatanhewaninya, maka akan selalu kita masing-masing menunggukesempatan baik untuk secara licik memperoleh sekerat rotiyang di tangan temannya itu. Masing-masing kita satu sama lainakan selalu melihat teman itu sebagai lawan, bukan sebagaisaudara. Dasar etik yang tersembunyi dalam diri kita ini akanselalu bersifat hewani, sekali pun masih tetap tersembunyisampai pada waktunya nanti ia akan timbul. Yang selalu akanmenjadi pegangan dasar etik ini satu-satunya ialah keuntungan.Sementara arti perikemanusiaan yang tinggi, prinsip-prinsipakhlak yang terpuji, altruisma, cinta kasih dan persaudaraanakan jatuh tergelincir, dan hampir-hampir sudah tak dapatdipegang lagi.

Apa yang terjadi dalam dunia dewasa ini ialah bukti yangpaling nyata atas apa yang saya sebutkan itu. Persaingan danpertentangan ialah gejala pertama dalam sistem ekonomi, danitu pula gejala pertamanya dalam kebudayaan Barat, baik dalampaham yang individualistis, maupun sosialistis sama sajaadanya. Dalam paham individualisma, buruh bersaing denganburuh, pemilik modal dengan pemilik modal. Buruh denganpemilik modal ialah dua lawan yang saling bersaing.Pendukung-pendukung paham ini berpendapat bahwa persaingan danpertentangan ini akan membawa kebaikan dan kemajuan kepadaumat manusia. Menurut mereka ini merupakan perangsang supayabekerja lebih tekun dan perangsang untuk pembagian kerja, danakan menjadi neraca yang adil dalam membagi kekayaan. Sebaliknya paham sosialisma yang berpendapat bahwa perjuangankelas yang harus disudahi dengan kekuasaan berada di tangankaum buruh, merupakan salah satu keharusan alam. Selamapersaingan dan perjuangan mengenai harta itu dijadikan pokokkehidupan, selama pertentangan antar-kelas itu wajar, makapertentangan antar-bangsa juga wajar, dengan tujuan yang samaseperti pada perjuangan kelas. Dari sinilah konsepsinasionalisma itu, dengan sendirinya, memberi pengaruh yangmenentukan terhadap sistem ekonomi. Apabila perjuanganbangsa-bangsa untuk menguasai harta itu wajar, apabila adanyapenjajahan untuk itu wajar pula, bagaimana mungkin perangdapat dicegah dan perdamaian di dunia dapat dijamin? Padamenjelang akhir abad ke-20 ini kita telah dapat menyaksikan -dan masih dapat kita saksikan - adanya bukti-bukti, bahwaperdamaian di muka bumi dengan dasar kebudayaan yang semacamini hanya dalam impian saja dapat dilaksanakan, hanya dalamcita-cita yang manis bermadu, tetapi dalam kenyataannya tiadalebih dari suatu fatamorgana yang kosong belaka. Kebudayaan Islam lahir atas dasar yang bertolak belakangdengan dasar kebudayaan Barat. Ia lahir atas dasar rohani yangmengajak manusia supaya pertama sekali dapat menyadarihubungannya dengan alam dan tempatnya dalam alam ini dengansebaik-baiknya. Kalau kesadaran demikian ini sudah sampai kebatas iman, maka imannya itu mengajaknya supaya ia tetapterus-menerus mendidik dan melatih diri, membersihkan hatinyaselalu, mengisi jantung dan pikirannya dengan prinsip-prinsipyang lebih luhur - prinsip-prinsip harga diri, persaudaraan,cinta kasih, kebaikan dan berbakti. Atas dasar prinsip-prinsipinilah manusia hendaknya menyusun kehidupan ekonominya. Carabertahap demikian ini adalah dasar kebudayaan Islam, sepertiwahyu yang telah diturunkan kepada Muhammad, yakni mula-mulakebudayaan rohani, dan sistem kerohanian disini ialah dasarsistem pendidikan serta dasar pola-pola etik (akhlak). Danprinsip-prinsip etik ini ialah dasar sistem ekonominya. Tidakdapat dibenarkan tentunya dengan cara apa pun mengorbankanprinsip-prinsip etik ini untuk kepentingan sistem ekonomitadi. Tanggapan Islam tentang kebudayaan demikian ini menurut hematsaya ialah tanggapan yang sesuai dengan kodrat manusia, yangakan menjamin kebahagiaan baginya. Kalau ini yang ditanamkandalam jiwa kita dan kehidupan seperti dalam kebudayaan Baratitu kesana pula jalannya, niscaya corak umat manusia itu akanberubah, prinsip-prinsip yang selama ini menjadi peganganorang akan runtuh, dan sebagai gantinya akan timbulprinsip-prinsip yang lebih luhur, yang akan dapat mengobatikrisis dunia kita sekarang ini sesuai dengan tuntunannya yanglebih cemerlang. Sekarang orang di Barat dan di Timur berusaha hendak mengatasikrisis ini, tanpa mereka sadari - dan kaum Muslimin sendiripun tidak pula menyadari - bahwa Islam dapat menjaminmengatasinya. Orang-orang di Barat dewasa ini sedang mencarisuatu pegangan rohani yang baru, yang akan dapat menantingmereka dari paganisma yang sedang menjerumuskan mereka; dansebab timbulnya penderitaan mereka itu, penyakit yangmenancapkan mereka ke dalam kancah peperangan antara sesamamereka, ialah mammonisma - penyembahan kepada harta.

Orang-orang Barat mencari pegangan baru itu didalam beberapaajaran di India dan di Timur Jauh; padahal itu akan dapatmereka peroleh tidak jauh dari mereka, akan mereka dapati itusudah ada ketentuannya didalam Qu'ran, sudah dilukiskan denganindah sekali dengan teladan yang sangat baik diberikan olehNabi kepada manusia selama masa hidupnya. Bukan maksud saya hendak melukiskan kebudayaan Islam dengansegala ketentuannya itu disini. Lukisan demikian menghendakisuatu pembahasan yang mendalam, yang akan meminta tempatsebesar buku ini atau lebih besar lagi. Akan tetapi - setelahdasar rohani yang menjadi landasannya itu saya singgungseperlunya - lukisan kebudayaan itu disini ingin sayasimpulkan, kalau-kalau dengan demikian ajaran Islam dalamkeseluruhannya dapat pula saya gambarkan dan denganpenggambaran itu saya akan merambah jalan ke arah pembahasanyang lebih dalam lagi. Dan sebelum melangkah ke arah itukiranya akan ada baiknya juga saya memberi sekadar isyarat,bahwa sebenarnya dalam sejarah Islam memang tak adapertentangan antara kekuasaan agama (theokrasi) dengankekuasaan temporal, yakni antara gereja dengan negara. Hal inidapat menyelamatkan Islam dari pertentangan yang telahditinggalkan Barat dalam pikiran dan dalam haluan sejarahnya. Islam dapat diselamatkan dari pertentangan serta segalapengaruhnya itu, sebabnya ialah karena Islam tidak kenal apayang namanya gereja itu atau kekuasaan agama seperti yangdikenal oleh agama Kristen. Belum ada orang di kalanganMuslimin - sekalipun ia seorang khalifah - yang akanmengharuskan sesuatu perintah kepada orang, atas nama agama,dan akan mendakwakan dirinya mampu memberi pengampunan dosakepada siapa saja yang melanggar perintah itu. Juga belum adadi kalangan Muslimin - sekalipun ia seorang khalifah - yangakan mengharuskan sesuatu kepada orang selain yang sudahditentukan Tuhan di dalam Qur'an. Bahkan semua orarg Islamsama di hadapan Tuhan. Yang seorang tidak lebih mulia dariyang lain, kecuali tergantung kepada takwanya - kepadabaktinya. Seorang penguasa tidak dapat menuntut kesetiaanseorang Muslim apabila dia sendiri melakukan perbuatan dosadan melanggar penntah Tuhan. Atau seperti kata Abu Bakrash-Shiddiq kepada kaum Muslimin dalam pidato pelantikannyasebagai Khalifah "Taatilah saya selama saya taat kepada(perintah) Allah dan RasulNya. Tetapi apabila saya melanggar(perintah) Allah dan Rasul maka gugurkanlah kesetiaanmu kepadasaya." Kendatipun pemerintahan dalam Islam sesudah itu kemudiandipegang oleh seorang raja tirani, kendatipun di kalanganMuslimin pernah timbul perang saudara, namun kaum Muslimintetap berpegang kepada kebebasan pribadi yang besar itu, yangsudah ditentukan oleh agama, kebebasan yang sampai menempatkanakal sebagai patokan dalam segala hal, bahkan dijadikanpatokan didalam agama dan iman sekalipun. Kebebasan ini tetapmereka pegang sekalipun sampai pada waktu datangnyapenguasa-penguasa orang-orang Islam yang mendakwakan dirisebagai pengganti Tuhan di muka bumi ini - bukan lagi sebagaipengganti Rasulullah. Padahal segala persoalan Muslimin sudahmereka kuasai belaka, sampai-sampai ke soal hidup dan matinya. Sebagai bukti misalnya apa yang sudah terjadi pada masaMa'mun, tatkala orang berselisih mengenai Qur'an: makhluk ataubukan makhluk - yang diciptakan atau bukan diciptakan! Banyaksekali orang yang menentang pendapat Khalifah waktu itu,padahal mereka mengetahui akibat apa yang akan mereka terimajika berani menentangnya. Dalam segala hal akal pikiran oleh Islam telah dijadikanpatokan. Juga dalam hal agama dan iman ia dijadikan patokan.Dalam firman Tuhan: "Perumpamaan orang-orang yang tidak beriman ialah seperti(gembala) yang meneriakkan (ternaknya) yang tidak mendengarselain suara panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu danbuta, sebab mereka tidak menggunakan akal pikiran." (Qur'an,2: 171)

Oleh Syaikh Muhammad Abduh ditafsirkan, dengan mengatakan:"Ayat ini jelas sekali menyebutkan, bahwa taklid (menerimabegitu saja) tanpa pertimbangan akal pikiran atau suatupedoman ialah bawaan orang-orang tidak beriman. Orang tidakbisa beriman kalau agamanya tidak disadari dengan akalnya,tidak diketahuinya sendiri sampai dapat ia yakin. Kalau orangdibesarkan dengan biasa menerima begitu saja tanpa disadaridengan akal pikirannya, maka dalam melakukan suatu perbuatan,meskipun perbuatan yang baik, tanpa diketahuinya benar, diabukan orang beriman. Dengan beriman bukan dimaksudkan supayaorang merendah-rendahkan diri melakukan kebaikan sepertibinatang yang hina, tapi yang dimaksudkan supaya orang dapatmeningkatkan daya akal pikirannya, dapat meningkatkan diridengan ilmu pengetahuan, sehingga dalam berbuat kebaikan itubenar-benar ia sadar, bahwa kebaikannya itu memang berguna,dapat diterima Tuhan. Dalam meninggalkan kejahatan pun jugadia mengerti benar bahaya dan berapa jauhnya kejahatan ituakan membawa akibat." Inilah yang dikatakan Syaikh Muhammad Abduh dalam menafsirkanayat ini, yang di dalam Qur'an, selain ayat tersebut sudahbanyak pula ayat-ayat lain yang disebutkan secara jelassekali. Qur'an menghendaki manusia supaya merenungkan alamsemesta ini, supaya mengetahui berita-berita sekitar itu, yangkelak renungan demikian itu akan mengantarkannya kepadakesadaran tentang wujud Tuhan, tentang keesaanNya, sepertidalam firman Allah: "Bahwasanya dalam penciptaan langit dan bumi, dalam pergantianmalam dan siang, bahtera yang mengarungi lautan membawa apayang berguna buat umat manusia, dan apa yang diturunkan Allahdari langit berupa air, lalu dengan air itu dihidupkanNya bumiyang sudah mati kering, kemudian disebarkanNya di bumi itusegala jenis hewan, pengisaran angin dan awan yang dikemudikandari antara langit dan bumi - adalah tanda-tanda (akan keesaandan kebesaran Tuhan) buat mereka yang menggunakan akalpikiran." (Qur'an, 2: 164)

"Dan sebagai suatu tanda buat mereka, ialah bumi yang matikering. Kami hidupkan kembali dan Kami keluarkan dari sanabenih yang sebagian dapat dimakan. Disana Kami adakankebun-kebun kurma dan palm dan anggur dan disana pula Kamipancarkan mata air - supaya dapat mereka makan buahnya. Semuaitu bukan usaha tangan mereka. Kenapa mereka tidak berterimakasih. Maha Suci Yang telah menciptakan semua yang ditumbuhkanbumi berpasang-pasangan, dan dalam diri mereka sendiri sertasegala apa yang tiada mereka ketahui. Juga sebagai suatu tandabuat mereka - ialah malam. Kami lepaskan siang, maka merekapun berada dalam kegelapan. Matahari pun beredar menurutketetapan yang sudah ditentukan. Itulah ukuran dari Yang MahaKuasa dan Maha Tahu. Juga bulan, sudah Kami tentukantempat-tempatnya sampai ia kembali lagi seperti mayang yangsudah tua. Matahari tiada sepatutnya akan mengejar bulan danmalam pun tiada akan mendahului siang. Masing-masing berjalandalam peredarannya. Juga sebagai suatu tanda buat mereka -ialah turunan mereka yang Kami angkut dalam kapal yang penuhmuatan. Dan buat mereka Kami ciptakan pula yang serupa, yangdapat mereka kendarai. Kalau Kami kehendaki, Kami karamkanmereka. Tiada penolong lagi buat mereka, juga mereka tak dapatdiselamatkan. Kecuali dengan rahmat dari Kami dan untukmemberikan kesenangan hidup sampai pada waktunya." (Qur'an,36: 33-44.)

Anjuran supaya memperhatikan alam ini, menggali segalaketentuan dan hukum yang ada di dalam alam ini sertamenjadikannya sebagai pedoman yang akan mengantarkan kitaberiman kepada

Penciptanya, sudah beratus kali disebutkandalam pelbagai Surah dalam Qur'an. Semuanya ditujukan kepadatenaga akal pikiran manusia, menyuruh manusia menilainya,merenungkannya, supaya imannya itu didasarkan kepada akalpikiran, dan keyakinan yang jelas. Qur'an mengingatkan supayajangan menerima begitu saja apa yang ada pada nenek moyangnya,tanpa memperhatikan, tanpa meneliti lebih jauh serta dengankeyakinan pribadi akan kebenaran yang dapat dicapainya itu. Iman demikian inilah yang dianjurkan oleh Islam. Dan ini bukaniman yang biasa disebut "iman nenek-nenek," melainkan imanintelektual yang sudah meyakinkan, yang sudah direnungkanlagi, kemudian dipikirkan matang-matang, sesudah itu, denganrenungan dan pemikirannya itu ia akan sampai kepada keyakinantentang Tuhan Yang Maha Kuasa. Saya rasa tak ada orang yangsudah dapat merenungkan dengan akal pikiran dan denganhatinya, yang tidak akan sampai kepada iman. Setiap iamerenungkan lebih dalam, berpikir lebih lama dan berusahamenguasai ruang dan waktu ini serta kesatuan yang terkandungdi dalamnya, yang tiada berkesudahan, dengan anggota-anggotaalam semesta tiada terbatas, yang selalu berputar ini -sekelumit akan terasa dalam dirinya tentang anggota-anggotaalam itu, yang semuanya berjalan menurut hukum yang sudahditentukan dan dengan tujuan yang hanya diketahui olehpenciptanya. Ia pun akan merasa yakin akan kelemahan dirinya,akan pengetahuannya yang belum cukup, jika saja ia tidaksegera dibantu dengan kesadarannya tentang alam ini, dibantudengan suatu kekuatan diatas kemampuan pancaindera danotaknya, yang akan menghubungkannya dengan seluruh anggotaalam, dan yang akan membuat dia menyadari tempatnya sendiri.Dan kekuatan itu ialah iman. Jadi iman itu ialah perasaan rohani, yang dirasakan olehmanusia meliputi dirinya setiap ia mengadakan komunikasidengan alam dan hanyut kedalam ketak-terbatasan ruang danwaktu. Semua makhluk alam ini akan terjelma dalam dirinya.Maka dilihatnya semua itu berjalan menurut hukum yang sudahditentukan, dan dilihatnya pula sedang memuja Tuhan MahaPencipta. Ada pun Ia menjelma dalam alam, berhubungan denganalam, atau berdiri sendiri dan terpisah, masih merupakan suatuperdebatan spekulatif yang kosong saja. Mungkin berhasil,mungkin juga jadi sesat, mungkin menguntungkan dan mungkinjuga merugikan. Disamping itu hal ini tidak pula menambahpengetahuan kita. Sudah berapa lama penulis-penulis danfailasuf-failasuf itu satu sama lain berusaha hendakmengetahui zat Maha Pencipta ini, namun usaha dan daya upayamereka itu sia-sia. Dan ada pula yang mengakui, bahwa itumemang berada di luar jangkauan persepsinya. Kalau memang akalyang sudah tak mampu mencapai pengertian ini, maka ketidakmampuannya itu lebih-lebih lagi memperkuat keimanan kita.Perasaan kita yang meyakinkan tentang adanya Wujud MahaTinggi, Yang Maha Mengetahui akan segalanya dan bahwa DialahMaha Pencipta, Maha Perencana, segalanya akan kembalikepadaNya, maka keadaan semacam itu akan sudah meyakinkankita, bahwa kita takkan mampu menjangkau zatNya betapa punbesarnya iman kita kepadaNya itu Demikian juga, kalau sampai sekarang kita tak dapat menangkapapa sebenarnya listrik itu meskipun dengan mata kita sendirikita melihat bekasnya, begitu juga eter yang tidak kitaketahui meskipun sudah dapat ditentukan, bahwa gelombangnyaitu dapat inemindahkan suara dan gambar, pengaruh dan bekasnyaitu buat kita sudah cukup untuk mempercayai adanya listrik danadanya eter. Alangkah angkuhnya kita, setiap hari kitamenyaksikan keindahan dan kebesaran yang diciptakan Tuhan,kalau kita masih tidak mau percaya sebelum kita mengetahuizatNya. Tuhan Yang Maha Transenden jauh di luar jangkauan yangdapat mereka lukiskan. Kenyataan dalam hidup ialah bahwamereka yang mencoba menggambarkan zat Tuhan Yang Maha Suci ituialah mereka yang dengan persepsinya sudah tak berdayamencapai tingkat yang lebih tinggi lagi dalam melukiskan apayang diatas kehidupan insan. Mereka ingin mengukur alam iniserta Pencipta alam menurut ukuran kita yang nisbi danterbatas sekali dalam batas-batas ilmu kita yang hanya sedikititu. Sebaliknya mereka yang sudah benar-benar mencapai ilmu,akan teringat oleh mereka firman Tuhan ini: "Mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Jawablah: Ruh itutermasuk urusan Tuhan. Pengetahuan yang diberikan kepada kamuitu hanya sedikit sekali." (Qur'an, 17: 85)

Kalbu mereka sudah penuh dengan iman kepada Pencipta Ruh danPencipta semesta Alam ini, sesudah itu tidak perlu merekamenjerumuskan diri ke dalam perdebatan spekulatif yang kosong,yang takkan memberi hasil, takkan mencapai suatu kesimpulan. Islam yang dicapai dengan iman dan Islam yang tanpa iman olehQur'an dibedakan: "Orang-orang Arab badwi itu berkata: 'Kami sudah beriman.'Katakanlah 'Kamu belum beriman, tapi katakan saja: kami sudahislam.' Iman itu belum lagi masuk ke dalam hati kamu."(Qur'an, 49: 14)

Contoh Islam yang demikian ini ialah yang tunduk kepada ajakanorang karena kehendaknya atau karena takut, karena kagum ataukarena mengkultuskan diluar hati yang mau menurut dan memahamibenar-benar akan ajaran itu sampai ke batas iman. Yang demikian ini belum mendapat petunjuk Tuhan sampai kepadaiman yang seharusnya dicapai, dengan jalan merenungkan alamdan mengetahui hukum alam, dan yang dengan renungan danpengetahuannya itu ia akan sampai kepada Penciptanya -melainkan jadi Islam karena suatu keinginan atau karenanenek-moyangnya memang sudah Islam. Oleh karenanya iman itubelum merasuk lagi kedalam hatinya, sekalipun dia sudah Islam.

Manusia-manusia Muslim semacam ini ada yang hendak menipuTuhan dan menipu orang-orang beriman, tetapi sebenarnya merekasudah menipu diri sendiri dengan tiada mereka sadari. Dalamhati mereka sudah ada penyakit. Maka oleh Tuhan ditambah lagipenyakit mereka itu. Mereka itulah orang-orang beragama tanpaiman; islamnya hanya karena didorong oleh suatu keinginan ataukarena takut, sedang jiwanya tetap kerdil, keyakinannya tetaplemah dan hatinya pun bersedia menyerah kepada kehendakmanusia, menyerah kepada perintahnya. Sebaliknya mereka, yangkeimanannya kepada Allah itu dengan imam yang sungguh-sungguh,diantarkan oleh akal pikiran dan oleh jantung yang hidup,dengan jalan merenungkan alam ini, mereka itulah orang yangberiman. Mereka yang akan menyerahkan persoalannya hanyakepada Tuhan, mereka itulah orang yang tidak mengenal menyerahselain kepada Allah. Dengan Islamnya itu mereka tidak memberijasa apa-apa kepada orang. "Tetapi sebenarnya Tuhanlah yang berjasa kepada kamu, karenakamu telah dibimbingNya kepada keimanan, kalau kamu memangorang-orang yang benar." (Qur'an, 49: 17)

Jadi barangsiapa menyerahkan diri patuh kepada Allah dan dalampada itu melakukan perbuatan baik, mereka tidak perlu merasatakut, tidak usah bersedih hati. Mereka tidak takut akanmenghadapi hidup miskin atau hina, sebab dengan iman itumereka sudah sangat kaya, sangat mendapat kehormatan.

Kehormatan yang ada pada Tuhan dan pada orang-orang beriman. Jiwa yang rela dan tenteram dengan imannya ini, ia merasa legabila selalu ia berusaha hendak mengetahui rahasia-rahasia danhukum-hukum alam, yang berarti akan menambah hubungannyadengan Tuhan. Dan langkah kearah pengetahuan ini ialah denganjalan membahas dan merenungkan segala ciptaan Tuhan yang adadalam alam ini dengan cara ilmiah seperti dianjurkan olehQur'an dan dipraktekkan pula sungguh-sungguh oleh kaumMuslimin dahulu, yaitu seperti cara ilmiah yang modern diBarat sekarang. Hanya saja tujuannya dalam Islam dan dalamkebudayaan Barat itu berbeda. Dalam Islam tujuannya supayamanusia membuat hukum Tuhan dalam alam ini menjadi hukumnyadan peraturannya sendiri, sementara di Barat tujuannya ialahmencari keuntungan materi dan apa yang ada dalam alam ini.

Dalam Islam tujuan yang pertama sekali ialah 'irfan - mengenalTuhan dengan baik, makin dalam 'irfan atau persepsi(pengenalan) kita makin dalam pula iman kita kepada Tuhan.Tujuan ini ialah hendak mencapai 'irfan yang baik dari segiseluruh masyarakat, bukan dari segi pribadi saja. Masalahintegritas rohani bukan suatu masalah pribadi semata. Tak adatempat buat orang mengurung diri sebagai suatu masyarakattersendiri. Bahkan ia seharusnya menjadi dasar kebudayaanuntuk masyarakat manusia sedunia - dari ujung ke ujung. Olehkarena itu seharusnya umat manusia berusaha terus demiintegritas (kesempurnaan) rohani itu, yang berarti lebih besardaripada pengamatannya mengenai hakekat indera (sensibilia). Persepsi2 mengenai rahasia benda-benda dan hukum-hukum alamyang hendak mencapai integritas itu lebih besar daripadapersepsi sebagai alat guna mencapai kekuasaan materi atasbenda-benda itu. Untuk mencapai integritas rohani ini tidak cukup kitabersandar hanya kepada logika kita saja, malah dengan logikaitu kita harus membukakan jalan buat hati kita dan pikirankita untuk sampai ke tingkat tertinggi. Hal ini bisa terjadihanya jika manusia mencari pertolongan dari Tuhan,menghadapkan diri kepadaNya dengan sepenuh hati dan jiwa.

Hanya kepadaNya kita menyembah dan hanya kepadaNya kitameminta pertolongan, untuk mencapai rahasia-rahasia alam danundang-undang kehidupan ini. Inilah yang disebut hubungandengan Tuhan, mensyukuri nikmat Tuhan, supaya bertambah kitamendapat petunjuk akan apa yang belum kita capai, sepertidalam firman Tuhan: "Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka(katakan) Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yangbermohon - apabila dia bermohon kepadaKu. Maka sambutlahseruanKu dan berimanlah kepadaKu, kalau-kalau merekaterbimbing ke jalan yang lurus." (Qur'an 2: 186)

"Dan carilah pertolongan Tuhan dengan tabah, dan denganmenjalankan sembahyang, dan sembahyang itu memang berat,kecuali bagi orang-orang yang rendah hati-kepada Tuhan.Orang-orang yang menyadari bahwa mereka akan bertemu denganTuhan dan kepadaNya mereka kembali." (Qur'an 2: 45-46)

Salat ialah suatu bentuk komunikasi dengan Tuhan secaraberiman serta meminta pertolongan kepadaNya. Dengan demikianyang dimaksudkan dengan salat bukanlah sekadar ruku' dan sujudsaja, membaca ayat-ayat Qu'ran atau mengucapkan takbir danta'zim demi kebesaran Tuhan tanpa mengisi jiwa dan hatisanubari dengan iman, dengan kekudusan dan keagungan Tuhan.Tetapi yang dimaksudkan dengan salat atau sembahyang ialaharti yang terkandung di dalam takbir, dalam pembacaan, dalamruku', sujud serta segala keagungan, kekudusan dan iman itu.Jadi beribadat demikian kepada Tuhan ialah suatu ibadat yangikhlas - demi Tuhan Cahaya langit dan bumi. "Kebaikan itu bukanlah karena kamu menghadapkan muka ke arahtimur dan barat, tetapi kebaikan itu ialah orang yang sudahberiman kepada Allah, kepada Hari Kemudian, malaikat-malaikat,Kitab, dan para nabi serta mengeluarkan harta yang dicintainyaitu untuk kerabat-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskindan orang terlantar dalam perjalanan, orang-orang yangmeminta, untuk melepaskan perbudakan, mengerjakan sembahyangdan mengeluarkan zakat, kemudian orang-orang yang sukamemenuhi janji bila berjanji, orang-orang yang tabah hatidalam menghadapi penderitaan dan kesulitan dan di waktuperang. Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka ituorang-orang yang dapat memelihara diri." (Qur'an, 2: 177)

rang mukmin yang benar-benar beriman ialah yang menghadapkanseluruh kalbunya kepada Allah ketika ia sedang sembahyang,disaksikan oleh rasa takwa kepadaNya, serta mencaripertolongan Tuhan dalam menunaikan kewajiban hidupnya. Iamencari petunjuk, memohonkan taufik Allah dalam memahamirahasia dan hukum alam ini. Orang mukmin yang benar-benar beriman kepada Allah tengah iasembahyang akan merasakannya sendiri, selalu akan merasa,dirinya adalah sesuatu yang kecil berhadapan dengan kebesaranAllah Yang Maha Agung. Apabila kita dalam pesawat terbangdiatas ketinggian seribu atau beberapa ribu meter, kitamelihat gunung-gunung, sungai dan kota-kota sebagaigejala-gejala kecil di atas bumi. Kita melihatnya terpampangdi depan mata kita seperti jalur-jalur yang tergaris di atassebuah peta dan seolah permukaannya sudah rata mendatar takada gunung atau bangunan yang lebih tinggi, tak ada ngarai,sumur atau sungai yang lebih rendah, warna-warnasambung-menyambung, saling berkait, tercampur, makin tinggikita terbang warna-warna itu makin tercampur. Seluruh bumikita ini tidak lebih dari sebuah planet kecil saja. Dalam alamini terdapat ribuan tata surya dan planet-planet. Semua itutidak lebih dari sejumlah kecil saja dalam ketakterbatasanseluruh eksistensi ini. Alangkah kecilnya kita, alangkahlemahnya kcadaan kita berhadapan dengan Pencipta dan Penguruswujud ini. KebesaranNya diatas jangkauan pengertian kita! Dalam kita menghadapkan seluruh kalbu kita dengan penuh ikhlaskepada Kebesaran Tuhan Yang Maha Suci, kita mengharapkanpertolongan kepadaNya untuk memberikan kekuatan atas kelemahandiri kita ini, memberi petunjuk dalam mencari kebenaran -alangkah wajarnya bila kita dapat melihat persamaan semuamanusia dalam kelemahannya itu, yang dalam berhadapan denganTuhan tak dapat ia memperkuat diri dengan harta dan kekayaan,selain dengan imannya yang teguh dan tunduk hanya kepadaAllah, berbuat kebaikan dan menjaga diri. Persamaan yang sesungguhnya dan sempurna ini di hadapan Tuhantidak sama dengan persamaan yang biasa disebut-sebut dalamkebudayaan Barat waktu-waktu belakangan ini, yaitu persamaandi hadapan hukum. Sudah begitu jauh kebudayaan itu memandangpersamaan, sehingga hampir-hampir pula tidak lagi diakui didepan hukum. Buat orang-orang tertentu sudah tidak berlakulagi untuk menghormatinya. Persamaan di hadapan Tuhan,persamaan yang kenyataannya dapat kita rasakan dikalasembahyang, yang dapat kita capai dengan pandangan kita yangbebas - tidak sama dengan persamaan dalam persaingan untukmencari kekayaan, persaingan yang membolehkan orang melakukansegala tipu-daya dan bermuka-muka, kemudian orang yang lebihpandai mengelak dan bisa main, ia akan selamat dari kekuasaanhukum. Persamaan dihadapan Allah ini menuju kepada persaudaraan yangsebenarnya, sebab semua orang dapat merasakan bahwa merekasebenarnya bersaudara dalam berihadat kepada Allah dan hanyakepadaNya mereka beribadat. Persaudaraan demikian inididasarkan kepada saling penghargaan yang sehat, renunganserta pandangan yang bebas seperti dianjurkan oleh Qur'an.Adakah kebebasan, persaudaraan dan persamaan yang lebih besardaripada umat ini di hadapan Allah, semua menundukkan kepalakepadaNya, bertakbir, ruku' dan bersujud. Tiada perbedaanantara satu dengan yang lain - semua mengharapkan pengampunan,bertaubat, mengharapkan pertolongan. Tak ada perantara antaramereka itu dengan Tuhan kecuali amalnya yang saleh (perbuatanbaik) serta perbuatan baik yang dapat dilakukannya dan menjagadiri dari kejahatan. Persaudaraan yang demikian ini dapatmembersihkan hati dari segala noda materi dan menjaminkebahagiaan manusia, juga akan mengantarkan mereka dalammemahami hukum Tuhan dalam kosmos ini, sesuai dengan petunjukdalam cahaya Tuhan yang telah diberikan kepada mereka. Tidak semua orang sama kemampuannya dalam melakukan baktinyasebagaimana diperintahkan Allah. Adakalanya tubuh kitamembebani jiwa kita, sifat materialisma kita dapat menekansifat kemanusiaan kita, kalau kita tidak melakukan latihanrohani secara tetap, tidak menghadapkan kalbu kita kepadaAllah selama dalam salat kita; dan sudah cukup hanya dengantatatertib sembahyang, seperti ruku', sujud dan bacaan-bacaan.

Oleh karena itu harus diusahakan sekuat tenaga menghentikandaya tubuh yang terlampau memberatkan jiwa, sifat materialismayang sangat menekan sifat kemanusiaan. Untuk itu Islam telahmewajibkan puasa sebagai suatu langkah mencapai martabatkebaktian (takwa) itu seperti dalam firman Tuhan: "Orang-orang beriman! Kepadamu telah diwajibkan berpuasa,seperti yang sudah diwajibkan juga kepada mereka yang sebelumkamu, supaya kamu bertakwa - memelihara diri dari kejahatan."(Qur'an, 2: 183)

Bertakwa dan berbuat baik (birr) itu sama. Yang berbuat baikorang yang bertakwa dan yang berbuat baik ialah orang yangberiman kepada Allah, hari kemudian, para malaikat, kitab danpara nabi dan diteruskan dengan ayat yang sudah kita sebutkan. Kalau tujuan puasa itu supaya tubuh tidak terlampaumemberatkan jiwa, sifat materialisma kita jangan terlalumenekan sifat kemanusiaan kita, orang yang menahan diri dariwaktu fajar sampai malam, kemudian sesudah itu hanyut dalamberpuas-puas dalam kesenangan, berarti ia sudah mengalihkantujuan tersebut. Tanpa puasa pun hanyut dalam memuaskan diriitu sudah sangat merusak, apalagi kalau orang berpuasa,sepanjang hari ia menahan diri dari segala makanan, minumandan segala kesenangan, dan bilamana sudah lewat waktunya ialalu menyerahkan diri kepada apa saja yang dikiranya di waktusiang ia tak dapat menikmatinya! Kalau begitu Tuhan jugalahyang menyaksikan, bahwa puasanya bukan untuk membersihkandiri, mempertinggi sifat kemanusiaannya, juga ia berpuasabukan atas kehendak sendiri karena percaya, bahwa puasa itumemberi faedah kedalam rohaninya, tapi ia puasa karenamenunaikan suatu kewajiban, tidak disadari oleh pikirannyasendiri perlunya puasa itu. Ia melihatnya sebagai suatukekangan atas kebebasannya, begitu kebebasan itu berakhir padamalam harinya, begitu hanyut ia kedalam kesenangan, sebagaiganti puasa yang telah mengekangnya tadi. Orang yang melakukanini sama seperti orang yang tidak mau mencuri, hanya karenaundang-undang melarang pencurian, bukan karena jiwanya sudahcukup tinggi untuk tidak melakukan perbuatan itu danmencegahnya atas kemauan sendiri pula. Sebenarnya tanggapan orang mengenai puasa sebagai suatutekanan atau pencegahan dan pembatasan atas kebebasan manusiaadalah suatu tanggapan yang salah samasekali, yang akhirnyaakan menempatkan fungsi puasa tidak punya arti dan tidak punyatempat lagi. Puasa yang sebenarnya ialah membersihkan jiwa.Orang berpuasa diharuskan oleh pikiran kita yang timbul ataskehendak sendiri, supaya kebebasan kemauan dan kebebasanberpikirnya dapat diperoleh kembali. Apabila kedua kebebasanini sudah diperolehnya kembali, ia dapat mengangkat kemartabat yang lebih tinggi, setingkat dengan iman yangsebenarnya kepada Allah.

Inilah yang dimaksud dengan firmanTuhan - setelah menyebutkan bahwa puasa telah diwajibkankepada orang-orang beriman seperti sudah diwajibkan jugakepada orang-orang yang sebelum mereka: "Beberapa hari sudah ditentukan. Tetapi barangsiapa diantarakamu ada yang sakit atau sedang dalam perjalanan, maka dapatdiperhitungkan pada kesempatan lain. Dan buat orangorang yangsangat berat menjalankannya, hendaknya ia membayar fid-yahdengan memberi makan kepada orang rniskin, dan barangsiapa maumengerjakan kebaikan atas kemauan sendiri, itu lebih baik buatdia; dan bila kamu berpuasa, itu lebih baik buat kamu, kalaukamu mengerti." (Qur'an, 2: 184)

Seolah tampak aneh apa yang saya katakan itu, bahwa denganpuasa kita dapat memperoleh kembali kebebasan kemauan dankebebasan berpikir kalau yang kita maksudkan dengan puasadengan segala apa yang baik itu untuk kehidupan rohani kita.Ini memang tampak aneh, karena dalam bayangan kita bentukkebebasan ini telah dirusak oleh pikiran modern, bilamanabatas-batas rohani dan mental itu dihancurkan, kemudianbatas-batas kebendaannya dipertahankan, yang oleh seorangprajurit dapat dilaksanakan dengan pedang undang-undang.Menurut pikiran modern, manusia tidak bebas dalam hal iamelanda harta atau pribadi orang lain. Akan tetapi ia bebasterhadap dirinya sendiri sekalipun hal ini sudah melampauibatas-batas segala yang dapat diterima akal atau dibenarkanoleh kaidah-kaidah moral. Sedang kenyataan dalam hidup bukanyang demikian. Kenyataannya ialah manusia budak kebiasaannya.Ia sudah biasa makan di waktu pagi; waktu tengah hari, waktusore. Kalau dikatakan kepadanya: makan pagi dan sore sajalah,maka ini akan dianggapnya suatu pelanggaran atas kebebasannya.Padahal itu adalah pelanggaran atas perbudakan kebiasaannya,kalau benar ungkapan demikian ini. Orang yang sudah biasamerokok sampai kebatas ia diperbudak oleh kebiasaan merokoknyaitu, lalu dikatakan kepadanya: sehari ini kamu jangan merokok,maka ini dianggapnya suatu pelanggaran atas kebebasannya.Padahal sebenarnya itu tidak lebih adalah pelanggaran atasperbudakan kebiasaannya. Ada lagi orang yang sudah biasa minumkopi atau teh atau minuman lain apa saja dalam waktu-waktutertentu lalu dikatakan kepadanya: gantilah waktu-waktu itudengan waktu yang lain, maka pelanggaran atas perbudakankebiasaannya itu dianggapnya sebagai pelanggaran ataskebebasannya. Budak kebiasaan serupa ini merusak kemauan,merusak arti yang sebenarnya dari kebebasan dalam bentuknyayang sesungguhnya.

Disamping itu, ini juga merusak cara berpikir sehat, sebabdengan demikian berarti ia telah ditunjukkan oleh pengaruhhajat jasmani dari segi kebendaannya, yang sudah dibentuk olehkebiasaan itu. Oleh karena itu banyak orang yang telahmelakukan puasa dengan cara yang bermacam-macam, yang secaratekun dilakukannya dalam waktu-waktu tertentu setiap mingguatau setiap bulan. Tetapi Tuhan menghendaki yang lebih mudahbuat manusia dengan diwajibkan kepada mereka berpuasa selamabeberapa hari yang sudah ditentukan, supaya dalam pada itusemua sama, dengan diberikan pula kesempatan fid-yah. Merekamasing-masing yang telah dibebaskan karena dalam keadaan sakitatau sedang dalam perjalanan dapat mengganti puasanya itu padakesempatan lain.

Kewajiban berpuasa selama hari-hari yang sudah ditentukanuntuk memperkuat arti persaudaraan dan persamaan di hadapanTuhan, sungguh suatu latihan rohani yang luarbiasa. Semuaorang, selama menahan diri sejak fajar hingga malam harimereka telah melaksanakan persamaan itu antara sesama mereka,sama halnya seperti dalam sembahyang jamaah. Denganpersaudaraan demikian selama itu mereka merasakan adanya suatuperasaan yang mengurangi rasa kelebihan mereka dalam mengecapkenikmatan rejeki yang diberikan Tuhan kepadanya. Dengandemikian puasa berarti memperkuat arti kebebasan, persaudaraandan persamaan dalam jiwa manusia seperti halnya dengansembahyang.

Kalau kita menyambut puasa dengan kemauan sendiri dengan penuhkesadaran bahwa perintah Tuhan tak mungkin bertentangan dengancara-cara berpikir yang sehat, yang telah dapat memahamitujuan hidup dalam bentuknya yang paling tinggi, tahulah kitaarti puasa yang dapat membebaskan kita dari budak kebiasaanitu, yang juga sebagai latihan dalam menghadapi kemauan danarti kebebasan kita sendiri. Disamping itu kita pun sudahdiingatkan, bahwa apa yang telah ditentukan manusia terhadapdirinya sendiri - dengan kehendak Tuhan - mengenai batas-batasrohani dan mentalnya sehubungan dengan kebebasan yangdimilikinya untuk melepaskan diri dari beberapa kebiasaan dannafsunya, ialah cara yang paling baik untuk mencapai martabatiman yang paling tinggi itu. Apabila taklid dalam iman belumdapat disebut iman, melainkan baru Islam yang tanpa iman, makataklid dalam puasa juga belum dapat disebut puasa. Oleh karenaitu orang yang bertaklid menganggap puasanya suatu kekangandan membatasi kebebasannya - sebaliknya daripada dapatmemahami arti pembebasan dari belenggu kebiasaan sertakonsumsi rohani dan mental yang sangat besar itu.

Apabila dengan jalan latihan rohani ini manusia telah sampaikepada arti hukum dan rahasia-rahasia alam dan mengetahui puladimana tempatnya dan tempat anak manusia ini, cintanya kepadasesama anak manusia akan lebih besar lagi, dan semua anakmanusia saling cinta dalam Tuhan. Mereka akan salingtolong-menolong untuk kebaikan dan rasa takwa - menjaga diridari kejahatan. Yang kuat mengasihi yang lemah, yang kayamengulurkan tangan kepada yang tidak punya. Ini adalah zakat,dan selebihnya sedekah. Dalam sekian banyak ayat Qur'an selalumengaitkan zakat dengan salat.
Kita sudah membaca firmanTuhan: "Tetapi kebaikan itu ialah orang yang sudah beriman kepadaAllah, kepada hari kemudian, malaikat, Kitab dan para nabi;mengeluarkan harta yang dicintainya itu kepadakerabat-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orangyang melepaskan perbudakan, mengerjakan salat dan mengeluarkanzakat." (Qur'an, 2: 177)

"Kamu kerjakanlah sembahyang dan keluarkan pula zakat sertatundukkan kepala (ruku') bersama orang-orang yang menundukkankepala." (Qur'an, 2: 43)

"Beruntunglah orang-orang yang sudah beriman. Mereka yangdengan khusyu' mengerjakan sembahyang. Mereka yang menjauhkandiri dan percakapan yang tiada berguna. Dan mereka yangmengeluarkan zakat." (Qur'an, 23: 1-4)

Ayat-ayat yang mengaitkan zakat dengan salat itu banyaksekali. Apa yang disebutkan dalam Qur'an tentang zakat dan sedekahcukup menyeluruh dan kuat sekali. Dalam melakukan perbuatanbaik, sedekah itu terletak pada tempat pertama, orang yangmelakukannya akan mendapat pahala yang amat sempurna. Bahkania terletak disamping iman kepada Allah, sehingga kita merasaseolah itu sudah hampir sebanding. Tuhan berfirman: "Tangkaplah orang itu dan belenggukanlah. Kemudian campakkankedalam api menyala. Sesudah itu belitkan dengan rantai yangpanjangnya tujuhpuluh hasta. Dahulu ia sungguh tidak berimankepada Allah Yang Maha Besar. Juga tidak mendorong orangmemberi makan orang miskin." (Qur'an, 69: 30-34)

"... Dan sampaikan berita gembira kepada mereka yang taat.Yaitu mereka, yang apabila disebutkan nama Tuhan hatinyamerasa takut karena taatnya, dan mereka yang tabah hatiterhadap apa yang menimpa mereka serta mereka yang mengerjakansalat dan menafkahkan sebagian rejeki yang diberikan Tuhankepada mereka."' (Qur'an, 22: 34-35)

"Mereka yang menafkahkan hartanya - baik di waktu malam ataudi waktu siang, dengan sembunyi atau terang-terangan, merekaakan mendapat pahala dari Tuhan. Tidak usah mereka takut, jugajangan bersedih hati" (Qur'an, 2: 274)

Qur'an tidak hanya menyebutkan masalah-masalah sedekah sertapahalanya yang akan diberikan Tuhan yang sama seperti pahalaorang beriman dan mengerjakan sembahyang, bahkan adab sedekahitu telah dilembagakan pula dengan suatu tatacara yang sungguhbaik sekali. "Bilamana kamu memperlihatkan sedekah itu, itu memang baiksekali. Tetapi kalau pun kamu sembunyikan memberikannya kepadaorang fakir, maka itu pun lebih baik lagi buat kamu." (Qur'an,2: 271) "Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripadasedekah yang disertai hal-hal yang tidak menyenangkan hatiAllah Maha Kaya dan Maha Penyantun. Orang-orang beriman,janganlah kamu hapuskan nilai sedekahmu itu denganmenyebut-nyebutnya dan menyakiti hati orang." (Qur'an, 2:263-264)

Firman Tuhan itu memberikan pula penjelasan kepada siapasedekah itu harus diberikan: Sedekah itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orangmiskin, pengurus zakat, orang-orang yang perlu dilunakkanhatinya, untuk melepaskan perbudakan, orang-orang yangdibebani utang, untuk jalan Allah dan mereka yang sedang dalamperjalanan. Inilah yang telah diwajibkan oleh Allah, dan AllahMaha Mengetahui dan Bijaksana." (Qur'an, 9: 60)

Zakat dan sedekah itu salah satu kewajiban dalam Islam,termasuk salah satu rukun Islam. Tetapi apakah kewajiban initermasuk ibadat, ataukah masuk bagian akhlak? Tentu initermasuk ibadat. Semua orang beriman bersaudara, dan imanseseorang belum lagi sempurna sebelum ia mencintai saudaranyaseperti mencintai dirinya sendiri. Dengan berpegang pada NurIlahi antara sesama mereka, orang-orang beriman salingcinta-mencintai. Kewajiban zakat dan sedekah terikat olehpersaudaraan ini, bukan oleh akhlak dan disiplinnya serta olehhubungan antar-manusia dengan segala tata-tertibnya. Segalayang terikat oleh persaudaraan, terikat juga oleh iman kepadaAllah, dan segala yang terikat oleh iman kepada Allah ialahibadah. Itu sebabnya maka zakat menjadi salah satu rukun Islamyang lima, dan karena itu pula setelah Nabi wafat Abu Bakrmenuntut supaya Muslimin menunaikan zakatnya. Setelahdilihatnya ada sebagian orang yang mau membangkang, PenggantiMuhammad itu melihat pembangkangan ini sebagai suatu kelemahandalam iman mereka; mereka lebih mengutamakan harta daripadaiman, mereka hendak meninggalkan disiplin rohani yang telahditentukan Qur'an itu. Dengan demikian ini merupakankemurtadan dari Islam. Karena 'perang ridda' itu jugalah AbuBakr berhasil mengukuhkan kembali sejarah Islam ituselengkapnya, dan yang tetap menjadi kebanggaan sepanjangsejarah.

0 komentar: