Oleh : Muhammad Husain Haekal
Bilamana kemudian ia kembali lagi kepada masyarakatnya sendiridiajaknya mereka itu menerima Islam. Merekapun ada yang segeramenerima, tapi ada juga yang masih lambat-lambat. Dalam padaitu, beberapa tahun berikutnya sebagian besar mereka sudahpula menerima Islam. Setelah pembebasan Mekah dan sesudahsusunan politik dengan bentuk tertentu sudah mulai terarah,merekapun menggabungkan diri kepada Nabi.
Peristiwa Tufail ad-Dausi ini tidak lebih adalah sebuah contohsaja dari sekian-banyak peristiwa. Yang telah menerima ajakanMuhammad ini bukan terdiri dari hanya penyembah-penyembahberhala saja. Sewaktu dia di Mekah dulu pernah datangkepadanya duapuluh orang Nasrani, setelah mereka mendengarberita itu. Lalu mereka menanyainya, mendengarkankata-katanya. Merekapun menerima,mereka beriman danmempercayainya. Inilah pula yang membuat Quraisy makin geram,sehingga mereka juga dimaki-maki.
"Kamu utusan yang gagal. Kamu sekalian disuruh oleh masyarakatseagamamu mencari berita tentang orang itu. Sebelum kamu kenalbenar-benar siapa dia agama kamu sudah kamu tinggalkan danlalu percaya saja apa yang dikatakannya."
Tetapi kata-kata Quraisy itu tidak membuat utusan itu mundurmenjadi pengikut Muhammad, juga tidak lalu meninggalkan Islam.Bahkan imannya kepada Allah lebih kuat daripada ketika merekamasih dalam agama Nasrani. Mereka sudah menyerahkan dirikepada Tuhan sebelum mereka mendengarkan Muhammad.
Tetapi apa yang terjadi terhadap diri Muhammad lebih hebatlagi dari itu. Orang Quraisy yang paling keras memusuhinyasudah mulai bertanya-tanya kepada diri sendiri: benarkah iamengajak orang kepada agama yang benar? Dan apa yangdijanjikan dan diperingatkan kepada mereka, itu pula yangbenar? Abu Sufyan b. Harb, Abu Jahl b. Hisyam dan al-Akhnas b. Syariqmalam itu pergi ingin mendengarkan Muhammad ketika sedangmembaca Qur'an di rumahnya. Mereka masing-masing mengambiltempat sendiri-sendiri untuk mendengarkan, dan tempat satusama lain tidak saling diketahui. Muhammad yang biasa banguntengah malam, malam itu juga ia sedang membaca Qur'an dengantenang dan damai. Dengan suaranya yang sedap itu ayat-ayatsuci bergema ke dalam telinga dan kalbu.
Tetapi sesudah fajar tiba, mereka yang mendengarkan ituterpencar pulang ke rumah masing-masing. Di tengah jalan,ketika mereka bertemu, masing-masing mau saling menyalahkan:Jangan terulang lagi. Kalau kita dilihat oleh orang-orang yangmasih bodoh, ini akan melemahkan kedudukan kita dan merekaakan berpihak kepada Muhammad. Tetapi pada malam kedua, masing-masing mereka membawa perasaanyang sama seperti pada malam kemarin. Tanpa dapat menolak,seolah kakinya membawanya kembali ke tempat yang semalam itujuga, untuk mendengarkan lagi Muhammad membaca Qur'an. Hampirfajar, ketika mereka pulang, bertemu lagi mereka satu samalain dan saling menyalahkan pula.
Tetapi sikap mereka demikianitu tidak mengalangi mereka untuk pergi lagi pada malamketiga. Setelah kemudian mereka menyadari, bahwa dalam menghadapidakwah Muhammad itu mereka merasa lemah, berjanjilah merekauntuk tidak saling mengulangi lagi perbuatan mereka demikianitu. Apa yang sudah mereka dengar dari Muhammad itu, dalamjiwa mereka tertanam suatu kesan, sehingga mereka satu samalain saling menanyakan pendapat mengenai yang sudah merekadengar itu. Dalam hati mereka timbul rasa takut. Mereka kuatirakan jadi lemah, mengingat masing-masing adalah pemimpinmasyarakat, sehingga dikuatirkan masyarakatnyapun akan jadilemah pula dan menjadi pengikut Muhammad juga.
Gerangan apa keberatan mereka menjadi pengikut-pengikutMuhammad? Padahal ia tidak mengharapkan harta dari mereka,tidak ingin menjadi pemimpin mereka, menjadi raja mereka ataupenguasa di atas mereka? Disamping itu dia adalah laki-lakiyang sungguh rendah hati, sangat mencintai masyarakatnya,setia kepada mereka dan ingin sekali membimbing mereka. Sangathalus perasaannya, sehingga kalau akan merugikan orang miskinatau yang lemahpun ia merasa takut. Setiap ia mengalamipenderitaan, hatinya baru merasa tenang bila ia sudah merasamendapat pengampunan. Bukankah tatkala suatu hari ia sedangdengan al-Walid bin'l-Mughira, salah seorang pemimpin Quraisyyang diharapkan keislamannya, tiba-tiba lewat Ibn Umm Maktumyang buta, dan minta diajarkan Qur'an kepadanya. Begitumendesak ia, sehingga Muhammad merasa kesal karenanya,mengingat ia sedang sibuk menghadapi Walid. Ditinggalkannyaorang buta itu dengan muka masam.
Tetapi setelah ia kembali seorang diri hati kecilnyamemperhitungkan perbuatannya tadi itu sambil bertanya-tanyakepada dirinya sendiri: Salahkah aku? Tiba-tiba datang wahyudengan ayat-ayat berikut: "Bermasam dan membuang muka ia. Tatkala si buta mendatanginya.Dan apa yang memberitahukan kau, barangkali ia orang yangbersih? Atau ia dapat menerima teguran dan teguran itu bergunabaginya. Tetapi kepada orang yang serba cukup itu. Engkaumenghadapkan diri. Padahal itu bukan urusanmu kalau dia tidakbersih hati. Tetapi orang yang bersungguh-sungguh datangkepadamu. Dengan rasa penuh takut. Kau abaikan dia. Tidak. Ituadalah sebuah peringatan. Barangsiapa yang sudi, biarlahmemperhatikan peringatan itu. Dalam kitab-kitab yangdimuliakan. Dijunjung tinggi dan disucikan. Yang ditulisdengan tangan. Orang-orang terhormat, orang-orang yangbersih." (Qur'an: 80: 1-16)
Kalau memang itu soalnya, apalagi yang mengalangi Quraisymenjadi pengikutnya dan mendukung dakwahnya? Terutama sesudahhati mereka jadi lembut, sesudah mereka melupakan masa masasilam dengan bertahan pada warisan lapuk yang membuat jiwamereka jadi beku, dan sesudah mereka melihat bahwa ajaranMuhammad itu sempurna, dan penuh keagungan?
Tetapi! Benarkah masa yang sudah bertahun-tahun itu membuatorang lupa akan kebekuan jiwanya, akan sikapnya yangkonservatif terhadap masa lampau yang sudah lapuk? Ini dapatterjadi pada orang-orang istimewa, yang dalam hatinya selaluterdapat kerinduan pada yang sempurna. Dalam hidup mereka,mereka masih mau mempelajari adanya kebenaran yang sebelumnyasudah mereka percayai untuk kemudian membuang segala kepalsuanyang masih melekat, betapapun tingginya tingkat kebudayaanorang itu. Hati dan pikiran mereka sudah seperti kuali tempatmelebur logam yang selalu mendidih, menerima setiap pendapatbaru yang dilemparkan kedalamnya, lalu dilebur dan disaring.Mana yang bernoda dibuang, dan tinggal yang baik, yang benardan yang indah. Mereka itu mencari kebenaran tentang apa saja,di mana saja dan dari siapa saja. Oleh karena pada setiapbangsa, setiap zaman, mereka ini merupakan inti yang terpilih,maka jumlah mereka selalu sedikit. Mereka selalu mendapatperlawanan, yang datangnya terutama dari orang-orang kaya,orang orang berkedudukan dan orang-orang berkuasa. Merekatakut setiap corak pembaruan itu akan menelan harta mereka,akan menghilangkan kedudukan dan kekuasaan mereka. Selaindengan cara hidup mereka yang demikian itu, kenyataan lainyang sudah begitu jelas tidak mereka kenal. Semua itu bagimereka adalah benar apabila ia dapat menambah kekuatan mereka,dan tidak benar apabila ia dapat menimbulkan kesangsian,sedikit sekalipun. Pemilik harta menganggap, bahwa moral itubenar adanya bilamana ia dapat memberikan tambahan ke dalamhartanya, dan tidak benar bilamana ia merintanginya. Agamaadalah benar, bilamana ia dapat membukakan jalan buathawa-nafsunya, dan tidak benar kalau ia menjadi penghalanghawa-nafsu itu. Yang memiliki kedudukan, yang memilikikekuasaan dalam hal ini sama saja seperti pemilik harta itu.
Dalam perlawanan mereka terhadap segala pembaharuan yangmereka takuti itu, mereka menghasut orang awam yang rejekinyatergantung kepada mereka, supaya memusuhi penganjurpembaharuan itu. Mereka minta bantuan awam supaya menyucikanbangunan-bangunan kuno yang sudah dimakan kutu setelah minggatruh yang ada di dalamnya. Benteng-benteng itu mereka jadikankuil-kuil dari batu, untuk menimbulkan kesan kepada awam yangtak bersalah itu, bahwa ruh suci yang mereka bungkus dengankain putih, masih dalam keagungannya dalam kurungan kuil-kuilitu. Pada umumnya awam itu membela mereka, sebab, yang pentingia melihat pencariannya. Baginya tidak mudah akan dapatmemahami, bahwa kebenaran itu tidak akan tahan tinggalterkurung dalam tembok-tembok kuil betapapun indah danagungnya tempat itu, dan bahwa sifat kebenaran itu akan selalubebas menyerbu dan mengisi jiwa orang. Baginya tidak beda jiwaseorang tuan atau jiwa seorang budak. Juga tak ada sebuahperaturan betapapun kerasnya yang dapat merintangi hal itu. Bagaimana orang dapat mengharapkan dari mereka, mereka yangpernah datang sembunyi-sembunyi mendengarkan pembacaan Qur'anitu, akan mau beriman kepadanya, karena ia menegur mereka yangbanyak melakukan pelanggaran itu, karena ia tidakmembeda-bedakan si buta miskin dengan orang yang hartanyaberlimpah-limpah, kecuali dari kebersihan jiwanya. Kepadaseluruh umat manusia diserukannya, bahwa: "Yang paling mulia di antara kamu dalam pandangan Allah ialahyang paling dapat menjaga diri (yang paling takwa)." (Qur' an,49: 13)
Kalaupun Abu Sufyan dan kawan-kawannya masih bertahan dengankepercayaan leluhur mereka, bukanlah hal itu karena dilandasioleh iman atau kebenaran yang ada, tapi karena mereka sudahterlalu mencintai pada cara lama yang mereka adakan itu.Kemudian nasib membantu mereka pula. Mereka bertahan hanyakarena kedudukan dan harta yang sudah berlimpah-limpah, danuntuk itu pula mereka bertempur mati-matian.
Di samping kecenderungan ini juga karena rasa dengki danpersaingan yang keras membuat Quraisy tidak mau menjadipengikut Nabi. Sebelum kedatangan Muhammad, Umayya b.Abi'sh-Shalt memang termasuk salah seorang yang pernah bicaratentang seorang nabi yang akan tampil di tengah-tengahmasyarakat Arab itu, dan dia sendiri berhasrat sekali inginjadi nabi. Perasaan dengki itu rasa membakar jantungnyatatkala ternyata kemudian wahyu tidak datang kepadanya. Jadidia tidak mau menjadi pengikut orang yang dianggapnyasaingannya. Apalagi, karena (sebagai penyair) sajak-sajaknyapenuh berisi pikiran, sehingga pernah suatu hari Nabi .a.s.menyatakan ketika sajaknya dibacakan di hadapannya: "Umayya,sajaknya sudah beriman, tapi hatinya ingkar." Atau seperti kata al-Walid bin'l-Mughira: "Wahyu didatangkankepada Muhammad, bukan kepadaku, padahal aku kepala danpemimpin Quraisy. Juga tidak kepada Abu Mas'ud 'Amr b. 'Umairath-Thaqafi sebagai pemimpin Thaqif. Kami adalahpembesar-pembesar dua kota." Untuk itulah firman Tuhan memberi isyarat: "Dan mereka berkata: 'Kenapa Qur'an ini tidak diturunkankepada orang besar dari dua kota itu?' Adakah merekamembagi-bagikan kurnia Tuhanmu? Kamilah yang membagikanpenghidupan mereka itu, dalam hidup dunia ini." (Qur'an 43:13-32)
Setelah Abu Sufyan, Abu Jahl dan Akhnas selama tiga malamberturut-turut mendengarkan pembacaan Qur'an, seperti dalamcerita di atas, Akhnas lalu pergi menemui Abu Jahl dirumahnya. "Abu'l-Hakam,2 bagaimana pendapatmu tentang yangkita dengar dari Muhammad?" tanyanya kepada Abu Jahl. "Apa yang kaudengar?" kata Abu Jahl. "Kami sudah salingmemperebutkan kehormatan itu dengan Keluarga 'Abd Manaf.Mereka memberi makan, kamipun memberi makan, mereka menanggungkamipun begitu, mereka memberi kami juga memberi sehingga kamidapat sejajar dan sama tangkas dalam perlumbaan itu. Tiba-tibakata mereka: "Di kalangan kami ada seorang nabi yang menerima"wahyu dari langit." Kapan kita akan menjumpai yang semacamitu? Tidak! Kami sama sekali tidak akan percaya dan tidak akanmembenarkannya."
Jadi yang dalam sekali berpengaruh dalam jiwa orang-orangbadui itu ialah rasa dengki, saling bersaing dan salingbertentangan. Dalam hal ini salah sekali bila orang mencobamau menutup mata atau tidak menilainya sebagaimana mestinya.Cukup kalau kita sebutkan saja adanya kekuasaan nafsu yangbegitu besar dalam jiwa tiap orang. Untuk dapat mengatasipengaruh ini memang diperlukan suatu latihan yang cukuppanjang, latihan jiwa dengan mengutamakan hukum akal diatasdorongan nafsu, jiwa dan pikiran kita harus cukup tinggisehingga dapat ia melihat bahwa kebenaran yang datang darilawan bahkan dari musuh itu, itu jugalah kebenaran yang datangdari kawan karibnya. Ia harus yakin, bahwa dengan kebenaranyang dimilikinya itu kekayaannya sudah lebih besar dari hartakarun, dari kebesaran Iskandar (Agung) dan dari kerajaanseorang kaisar. Tidak banyak orang yang dapat mencapai tingkatini kalau tidak karena Tuhan sudah membukakan hatinya untukkebenaran itu.
0 komentar:
Posting Komentar