Oleh : Toto Tasmara
Persatuan umat Islam dalam bentuk ittihadul-ummah atau kuatnya persatuan dan kesatuan suatu bangsa adalah musuh utama kaum zionis.Mereka tidak pernah membiarkan umat atau suatu bangsa bersatu, kecuali itu hanya sebagai bahan perimbangan kekuatan semata-mata. Beberapa bangsa dibiarkannya untuk stabil dan bersatu sepanjang dapat mereka kontrol demi kepentingan mereka. Karena dalam gerakan konspirasinya, kaum zionis menganggap pemimpin yang baik adalah yang mampu menciptakan konflik, mampu membuat musuh, tetapi semuanya itu harus dalam kerangka besar perencanaannya sehingga tetap terkontrol.Memang benar bahwasanya umat Islam bukanlah pemalas. Mereka sama-sama bekerja, tetapi sayangnya tidak pernah mau bekerja sama. Satu sama lain asyik dengan kepentingan atau urusannya sendiri. Menutup sekat dari nilai esensial persatuan dan persaudaraan yang hanya sebatas pemanis retorika belaka. Jiwanya rapuh diterpa kecintaan yang sangat mendalam terhadap dunia, terperangkap dalam jaringan yang telah dipersiapkan kaum Dajal.
Hal ini telah ditegaskan oleh Rasulullah saw dalam sabdanya:"Akan datang suatu saat, kamu akan diperebutkan oleh bangsa-bangsa lain yang bagaikan orang-orang yang kelaparan memperebutkan makanan dalam mangkok. Para sahabat bertanya, 'Apakah karena jumlah kami waktu itu sedikit?' Beliau menjawab, 'Tidak, bahkan jumlah kalian banyak sekali, tetapi bagaikan buih dan kalian ditimpa penyakit wahan.' Mereka bertanya, 'Apa yang dimaksud penyakit wahan, ya Rasulullah?' Beliau menjawab, 'Kalian sangat cinta kepada dunia dan takut mati'…" (HR Abu Daud).
Dengan hadits tersebut, seharusnya kita merasa digugah bahwa gerakan kaum Dajal itu sudah memperhitungkan pula kualitas umat Islam yang saat ini mulai kehilangan nilai, bobot kualitas, dan hidup hanya bagaikan gunungan buih, sehingga dengan sangat mudahnya Dajal dan para pengikutnya merambah dan merombak seluruh sistem kehidupan umat Islam seperti yang disebutkan dalam surat al-Baqarah:120. Sehingga, berbagai cara harus dilakukan agar umat Islam tidak sempat menjadi kuat dan menepuk dada sebagai satu bentuk negara yang baik. Pokoknya, tidak ada satu "lubang" pun yang luput dari pengawasan mereka. Dia pelihara benih-benih konflik agar pada waktu yang tepat dapat menjadi bahan akseleratif kekacauan yang menjadi sarana baginya, yaitu agar orang-orang yang dalam keadaan kacau (chaos) dan frustrasi itu datang menyembah kepadanya.
Cita-cita Dajal membangun satu dunia baru yang global, yaitu: satu pemerintahan, satu agama; satu kewarganegaraan, dan satu sistem perekonomian merupakan falsafah baru bagi para pengikutnya, kaum zionis. Mereka akan menghapuskan segala bentuk kebangsaan dan nasionalisme serta agama-agama yang ada.
Dengan terang-terangan, mereka membuat gerakan unitarian-universalist dan menentang dengan sengit kekuatan gereja Katolik. Mereka menyebut dirinya sebagai anti-Kristus. Salah satu target mereka adalah menghancurkan kekuatan Kepausan yang menguasai dunia melalui gereja Katoliknya. Sejarah masa lalu serta terusirnya kaum Yahudi dan terbunuhnya Jaques de Molay merupakan satu cita-cita untuk membalas dendam. Maka dicarilah berbagai justifikasi (pengesahan hukum sepihak) diantaranya dengan membuat tafsir-tafsir Bible yang disesuaikan dengan kepentingan gerakan konspirasi mereka.
Dengan sangat cantiknya mereka menafsirkan peristiwa Menara Babil, di mana pada saat itu seluruh manusia berbahasa satu, berkebangsaan satu, dan mempunyai tujuan yang satu. Sebab itu adalah cita-cita yang sangat suci bila mereka mengembalikan kedudukan Menara Babil tersebut, agar manusia mencapai kesejahteraan yang sebenarnya. Mereka sangat anti terhadap agama yang dianggapnya sebagai racun. Karena dengan dogma-dogmanya, ia telah membius manusia sehingga terpenjara dan tidak mempunyai kebebasan berpikir kecuali harus sesuai dengan agama mereka.
Generasi muda merupakan sasaran utama mereka, karena sifat para pemuda yang sangat senang dengan pemikiran-pemikiran baru atau menunjukkan sikap yang berbeda dan anti-status quo. Di samping itu, pemikiran bebas (free-thinking) akan menjadikan satu mode pemberontakan terselubung untuk menghadapi sistem pemikiran yang diperkenalkan agama sebagai status quo dan membunuh kreativitas. Dajal dan para pengikutnya seakan-akan berteriak:
"Bebaskan dirimu dari segala 'penjara kuno' ini. Jadilah kaum pembaru. Lihatlah dunia semakin global. Janganlah terpuruk dalam tempat yang sempit. Lihatlah dunia, mengembaralah engkau sebagai manusia bebas. Jadilah seorang pembela demokrasi sejati, melepaskan segala belenggu dari tirani dogma agama. Berpalinglah kepada setan karena dia adalah 'bapak demokrasi' yang berani memprotes status quo dan mengambil risiko terusir dari surga sebagai 'malaikat diturunkan' (the fallen angels). Lihatlah kenyataannya, agama tidak lain hanyalah racun dan sumber konflik belaka."
Racun pemikirannya yang didasarkan pada rasionalisme, mengarahkan "mata pedangnya" kepada seluruh bangsa. Tentu saja, dalam situasi yang stabil dan tenang, gerakan mereka menghadapi kesulitan karena berperannya seluruh institusi untuk mengembangkan agama (dakwah). Oleh karenanya, hanya dengan membangun perpecahan diantara umat beragama maka dengan meminjam istilah Prof J.S. Malan yaitu, "Cita-cita 'era reformasi pembaruan' hanya dapat diwujudkan bila dogma-dogma agama konservatif sudah dapat dilumpuhkan."
Dalam beberapa dekade ini, kita menyaksikan satu panggung kehancuran suatu bangsa yang terkoyak dan berkeping-keping menjadi negara-negara kecil sehingga memudahkan kaum zionis melakukan kontrol. Negara Uni Soviet dan Rusia yang selama ini menjadi pesaing keras harus dijadikan contoh utama kemenangan zionis. Selanjutnya, mereka hancurkan pula Yugoslavia dengan memelihara kaum fanatik Serbia untuk menjadi ujung tombak atau budak zionis menghancurkan etnik muslim di Bosnia dan Kosovo Albania. Mata pedang selanjutnya di arahkan pula ke timur jauh, yaitu Indonesia. Isu suku, agama, dan antar golongan (SARA) harus dipelihara agar sewaktu-waktu menjadi bom yang memporak-porandakan negara kesatuan Republik Indonesia yang notabene penduduknya mayoritas umat Islam. Dalam rencana konspirasi mereka, tentu saja tidak akan lama lagi terjadi huru-hara pertentangan atau konffik agama, antara Islam dan Kristen, khususnya Kristen Protestan --rumor beredar bahwa beberapa pulau di Indonesia yang penduduknya mayoritas Kristen Protestan bisa jadi target zionis-- karena diperkirakannya Katolik sudah cukup mendapatkan lahan di TimorTimur. Hal ini sangat penting bagi terwujudnya cita-cita zionisme, yaitu memecah satu bangsa menjadi satu negara kecil, lalu mereka meniupkan kebebasan, kemandirian, dan sebagainya sebagai kamuflase. Bahkan, bisa jadi Indonesia akan diarahkan menjadi negara-negara kecil dalam bentuk federasi, atau bahkan terlepas sama sekali. Isu seperti ini akan terus merebak, dan umat Islam berkelompok-kelompok dengan memakai simbol-simbol baru.
Untuk memecah-belah persatuan harus ada motivator atau provokatornya. Untuk itu, kebebasan pers yang benar-benar bebas harus ditumbuhkan, sehingga media massa dapat menjadi pembawa pesan sesuai dengan fungsinya yang mempunyai daya mendampaki beritanya kepada publik sehingga membentuk opini. Media massa bisa memprovokasi suatu bangsa dan provokasinya bersifat legal karena mereka berlindung di balik kebebasan pers.
Amerika sebagai "rajanya demokrasi" telah memperkenalkan satu bentuk kebebasan pers tersebut melalui jaminan konstitusional berdasarkan: kebebasan untuk berbicara (the freedom of speech); kebebasan untuk berekspresi (the freedom of expression), kebebasan untuk mendapatkan dan memberikan informasi (the freedom of information), sehingga masyarakat Amerika dan dunia Barat lainnya adalah masyarakat yang sangat informatif. Hidup dalam limpahan informasi --harap diingat bahwa kecerdasan bangsa tersebut memungkinkan untuk memilih informasi sesuai dengan hati nuraninya. Pers yang kredibel dan profesional lebih banyak dibaca dibandingkan "pers kuning" --dalam dunia jurnalistik dikenal dengan yellow paper.
Untuk itu, kita hanya dapat berharap kepada insan pers islami yang mempunyai integritas tinggi dan mernpunyai komitmen atau keberpihakan kepada umat Islam serta persatuan bangsa untuk membantu perjuangan mempertahankan persatuan. Selebihnya, umat Islam hanya menjadi konsumen setia dari lembaga pers orang-orang kafir yang dikelola secara profesional, atau memilih "koran kuning" yang hanya mementingkan nilai-nilai komersial ketimbang keadilan dan moralitas bangsa dan agama.
Bagaikan tidak berdaya, umat Islam telah menjadi objek dan konsumen setia terhadap pers kaum kafir. Setiap detik, tayangan CNN, CNBS, ABC, dan sekian banyak lagi jaringan informasi "memasuki" rumah-rumah umat Islam melalui parabola tanpa mampu menolaknya. Kita tidak lagi menonton televisi, tetapi televisi menonton kita. Emosi dan keinginan kita disaksikan, dianalisis, kemudian dijadikan bahan untuk membuat kemasan iklan dan berita yang dapat memasuki syaraf kita dan tanpa kita sadari.
Cara berpikir dan cara berbudaya kita sudah sangat berbeda sama sekali dengan apa yang selama ini kita yakini. Benturan budaya dan pemikiran terus berlangsung, tanpa sedikit pun ada keinginan untuk membalas dengan kuantitas dan kualitas yang sama. Bila kita mengharapkan keadilan dunia pers internasional untuk membuat keseimbangan beritanya, tentulah itu hanyalah sebuah utopia belaka. Hal itu karena seluruh jaringan media telah mereka kuasai dan jadikan alat zionisme. Dengan kata lain, kita semua sedang berada dalam satu "turbulensi budaya" yang berada dalam posisi pasif. Kita hanya menjadi satu "noktah kecil" yang menjadi objek dari teleskop dunia. Seluruh gerak kehidupan kita bagaikan telanjang di hadapan mata Lucifer tuhannya para zionis, yang dengan tajam mengawasi seluruh bangsa di dunia.
Walaupun dalam kaitan ini ajakan untuk menyebarkan ide persatuan umat dan seruan itu bagaikan percikan air hujan di tengah padang pasir, tetapi setidaknya dapat menjadi catatan generasi yang akan datang bahwa masih ada seorang mahluk hamba Allah yang merindukan terwujudnya persatuan dan jami'atul-muslimin. Kita yakin hanya inilah kunci kemenangan umat Islam di muka bumi, sebagaimana Allah memberikan kuncinya, yaitu bersatu dan berpihak pada partai Allah (hizbullah). Selama umat Islam tetap membanggakan dirinya dengan golongan, mazhab, dan kelompoknya, selama itu pula pertolongan Allah tidak pernah akan datang. Hal ini merupakan aksioma Ilahiyah yang seharusnya dapat dipahami dan diyakini oleh para pemimpin umat. Bila umat Islam terpecah menjadi kelompok-kelompok, kekalahanlah yang akan kita terima.
0 komentar:
Posting Komentar