Oleh : Toto Tasmara
Allah SWT telah memperingatkan kita di dalam Al-Qur'an bahwa seluruh umat Islam, bangsa Indonesia, bahkan seluruh umat beragama lainnya, harus mewaspadai pengaruh kaum Dajal yang akan menjadikan masyarakat dan bangsa Indonesia tercerai-berai agar memudahkan mereka menyebarkan "racun-racun" ideologinya.
Dalam suasana kita sedang mengupayakan pelaksaan program reformasi (ishlah), serta upaya untuk membuat berbagai perbaikan dan menghancurkan segala yang rusak (f'asad) dan yang merusak (ifsad), jangan sampai ada pihak-pihak yang mengatas-namakan reformasi, padahal di lubuk hati mereka sedang mempersiapkan sebuah rencana besar untuk mempersiapkan kehancuran kaum beragama, sebagaimana disinyalir Al-Qur'an:"Dan bila dikatakan kepada mereka, 'janganlah membuat kerusakan di muka bumi.' Mereka berkata, 'Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.' Ingatlah sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar." (al-Baqarah:11-12).
Reformasi bukanlah upaya musiman, bukan pula sekadar "mode busana", melainkan merupakan bagian dari misi dan visi setiap pribadi muslim dan bangsa Indonesia. Sebagaimana kita memahami makna upaya jihad untuk mengubah diri dari kegelapan menuju cahaya (minadz dzulumaati ilan-nuur). Sebab itu, reformasi merupakan sebuah upaya yang berkesinambungan, sebuah kontinuitas, dan dia tidak pernah akan berhenti, kendati para pejuangnya telah mati. Manusia boleh mati, lembaga dan partai boleh bubar, tetapi cita-cita dan upaya ishlah atau reformasi tidak pernah mengenal kata berhenti apalagi mati.Dalam kaitan itu, janganlah terlalu terpaku, seakan-akan bahwa Dajal itu hanya melulu dibuat oleh tangan kaum zionis. Ketahuilah bahwa siapa pun dapat menjadi pengikut dan menjadi anggota masyarakat Dajal, selama dia tidak lagi berpihak kepada kebenaran Al-Qur'an dan Sunnah. Masyarakat Dajal adalah masyarakat yang telah kufur dan selalu berusaha melaksanakan program kafirisasi dalam segala bidang. Pokoknya, siapa pun dapat menjadi masyarakat Dajal, selama mereka melepaskan tali persaudaraan dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Selama mereka melepaskan segala ikatan moral dan etika yang telah lahir dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia yang panjang, sejak benih-benih negara modern ditanamkan oleh gerakan kebangkitan nasional yang pertama yang dipelopori oleh kaum Serikat Dagang Indonesia, H.O.S. Tjokroaminoto pada tahun 1911, lalu dilanjutkan oleh Budi Oetomo pada tahun 1920.
Sebab itu, generasi demi generasi harus selalu menunjukkan sikap keberpihakannya kepada persatuan, persaudaraan di atas landasan cinta. Ke manapun kita pergi, cinta adalah bahasa universal. Dia adalah bahasanya umat beragama, bahasanya suku, dan bangsa-bangsa di muka bumi. Cinta berarti semangat jiwa untuk saling menghargai, saling menolong, dan saling memberikan cahaya. Semangat ini harus menjadi pijakan utama bangsa Indonesia. Terlebih dalam menghadapi abad baru yang penuh dengan keterbukaan, benturan budaya dan ideologi, serta cara berpikir yang semakin global. Dalam cinta itulah, kita semua bergantung, tanpa cinta bangsa Indonesia akan terpuruk dalam kepingan-kepingan derita yang teramat panjang dan menjadi "budak" dari Amerika Serikat sebagai sentralnya gerakan zionis yang memang selalu ingin menunjukkan kedigdayaannya di muka bumi ini.Dalam waktu yang dekat, ideologi Dajal akan segera merasuki seluruh denyut kehidupan. Dia akan diawali dengan cara berpikir, yang disebut dengan istilah berpikir bebas (free-thinking), melepaskan segala rujukan dan dasar pijakan dari agama. Menurut orang-orang yang berpikir bebas ini, selama masih merujuk kepada agama sebagai dasar argumentasinya, maka belumlah bebas. Merujuk kepada agama berarti masih diperbudak dan masih dalam perangkap tirani pemikiran. "Bebaskan pikiranmu dari segala ikatan, barulah engkau dapat merasakan kebebasan itu sendiri," demikianlah, seakan-akan moto berpikir mereka, yang sekaligus akan menjadi tantangan baru bagi kaum agamawan. Berpikir bebas berarti benar-benar bebas dari segala spekulasi, segala sesuatunya harus bersifat empiris. Bagaimana mungkin kita percaya dengan surga dan neraka, sedangkan tidak ada satu pun peristiwa empiris yang memberitakan kebenarannya.
Lepaskan dirimu dari segala ikatan dogma. Lihatlah kenyataan, berpadulah dalam realitas, bukan dalam khayal dan impian. Kami ingin memberikan satu contoh untuk kalian wahai kaum agamawan. Tanpa merujuk pada satu ayat pun; kita akan merasakan bahwa "kemanusiaan" adalah bahasa yang universal. Ini lebih logis, lebih membumi, dan menyentuh realitas yang sebenarnya. Selama manusia masih merujuk pada agama, maka konflik tidak pernah akan lindap di muka bumi ini. Lihatlah sejarah, berapa banyak sumber konflik, diawali dari keyakinan dogma-dogma agama yang memenjarakan kebebasan berpikir dan tidak manusiawi.
Dunia telah mengglobal, tidak mungkin lagi ada isolasi atau sekat-sekat kehidupan manusia atas dasar agama, bangsa, atau budaya. Di muka bumi ini sudah menjadi hukum alam (sunnatullah) bahwa yang kuat itulah yang akan menang. Aksioma survival for the fittest (siapa yang kuat, dia yang akan bertahan, ed.) akan berlaku sepanjang zaman. Maka lepaskan segala fanatisme, nasionalisme, agama, dan kesukuan. Meleburlah menjadi satu "warga dunia" (planetary citizens), bergabunglah dalam satu pemerintahan global yang perkasa, ikatkan dirimu dalam satu budaya, satu agama, satu cita-cita, dan satu warna peradaban dunia yang baru novus ordo seclorum.
Lihatlah realitas. Berapa banyak manusia kelaparan di belahan bumi selatan: Afrika, Asia, India, Bangladesh, dan negara-negara lain di luar Barat. Mereka tidak berdaya tanpa pertolongan kemanusiaan dari dunia Barat yang sekuler, tanpa embel-embel agama. Negara mana yang dengan fanatisme agamanya, ia mampu mengulurkan tangannya untuk membantu sesamanya, sebagaimana yang diajarkan oleh agama?
Janganlah melarikan diri dari kenyataan. Hukum alam telah membuktikan bahwa budaya yang kuat akan mengungguli budaya yang lemah. Tidak lama lagi, seluruh dunia akan mengikuti budaya kami, budaya zionis. Budaya yang paling unggul dan yang akan meninggikan derajat manusia di muka bumi ini. Inilah realitas yang tidak terbantahkan. Kami mempunyai teknologi, juga pengalaman dari sebuah peradaban yang telah lama berkembang, dan kini sedang berproses mencapai titik yang tidak pernah akan terbayangkan oleh peradaban manusia sebelumnya. Berhentilah bermimpi dengan segala omong kosong. Reguk dan nikmatilah dunia nyata. Negeri kami bisa tegak, sejahtera, dan berkembang bukan karena dogma agama, tetapi karena intelektualitas, hukum yang menjadi primadona kehidupan dan hak azasi, di mana setiap orang dihargai sebagai manusia yang merdeka --inilah cita-cita Dajal beserta zionisnya
Inilah pula cita-cita para zionis dengan perkataannya, "Kami datang untuk melebarkan sayap budaya unggul kami, dan janganlah dicurigai. Kami ingin mengangkat martabat manusia untuk menjadi manusia yang sebenarnya. Manusia yang bebas dan mengetahui hak asasinya sebagai manusia. Kami ingin melepaskan Anda dari segala tirani gereja dan lembaga agama apa pun yang tidak memberikan hak demokrasi serta kebebasan bagi manusia. Itulah sebabnya, demi hak dan martabat manusia, kami membuka pintu bagi kaum lesbian, homo seksual, dan intergender serta lainnya. Mereka semua adalah manusia, dan kita harus memperlakukannya sebagaimana seharusnya manusia merdeka dan bebas."
0 komentar:
Posting Komentar