Kawin (1)

Oleh : Muhammad Husain Haekal

Dengan duapuluh ekor unta muda sebagai mas kawin Muhammadmelangsungkan perkawinannya itu dengan Khadijah. Ia pindah kerumah Khadijah dalam memulai hidup barunya itu, hidupsuami-isteri dan ibu-bapa, saling mencintai cinta sebagaipemuda berumur duapuluh lima tahun. Ia tidak mengenal nafsumuda yang tak terkendalikan, juga ia tidak mengenal cinta butayang dimulai seolah nyala api yang melonjak-lonjak untukkemudian padam kembali. Dari perkawinannya itu ia berolehbeberapa orang anak, laki-laki dan perempuan. Kematian keduaanaknya, al-Qasim dan Abdullah at-Tahir at-Tayyib1 telahmenimbulkan rasa duka yang dalam sekali. Anak-anak yang masihhidup semua perempuan. Bijaksana sekali ia terhadapanak-anaknya dan sangat lemah-lembut. Merekapun sangat setiadan hormat kepadanya.



Paras mukanya manis dan indah, Perawakannya sedang, tidakterlampau tinggi, juga tidak pendek, dengan bentuk kepala yangbesar, berambut hitam sekali antara keriting dan lurus.Dahinya lebar dan rata di atas sepasang alis yang lengkunglebat dan bertaut, sepasang matanya lebar dan hitam, ditepi-tepi putih matanya agak ke merah-merahan, tampak lebihmenarik dan kuat: pandangan matanya tajam, dengan bulu-matayang hitam-pekat. Hidungnya halus dan merata dengan barisangigi yang bercelah-celah. Cambangnya lebar sekali, berleherpanjang dan indah. Dadanya lebar dengan kedua bahu yangbidang. Warna kulitnya terang dan jernih dengan kedua telapaktangan dan kakinya yang tebal.

Bila berjalan badannya agak condong kedepan, melangkahcepat-cepat dan pasti. Air mukanya membayangkan renungan danpenuh pikiran, pandangan matanya menunjukkan kewibawaan,membuat orang patuh kepadanya. Dengan sifatnya yang demikian itu tidak heran bila Khadijahcinta dan patuh kepadanya, dan tidak pula mengherankan bilaMuhammad dibebaskan mengurus hartanya dan dia sendiri yangmemegangnya seperti keadaannya semula dan membiarkannyamenggunakan waktu untuk berpikir dan berenung.

Muhammad yang telah mendapat kurnia Tuhan dalam perkawinannyadengan Khadijah itu berada dalam kedudukan yang tinggi danharta yang cukup. Seluruh penduduk Mekah memandangnya denganrasa gembira dan hormat. Mereka melihat karunia Tuhan yangdiberikan kepadanya serta harapan akan membawa turunan yangbaik dengan Khadijah. Tetapi semua itu tidak mengurangipergaulannya dengan mereka. Dalam hidup hari-hari denganmereka partisipasinya tetap seperti sediakala. Bahkan ia lebihdihormati lagi di tengah-tengah mereka itu. Sifatnya yangsangat rendah hati lebih kentara lagi. Bila ada yangmengajaknya bicara ia mendengarkan hati-hati sekali tanpamenoleh kepada orang lain. Tidak saja mendengarkan kepada yangmengajaknya bicara, bahkan ia rnemutarkan seluruh badannya.Bicaranya sedikit sekali, lebih banyak ia mendengarkan. Bilabicara selalu bersungguh-sungguh, tapi sungguhpun begitu iapuntidak melupakan ikut membuat humor dan bersenda-gurau, tapiyang dikatakannya itu selalu yang sebenarnya. Kadang iatertawa sampai terlihat gerahamnya. Bila ia marah tidak pernahsampai tampak kemarahannya, hanya antara kedua keningnyatampak sedikit berkeringat. Ini disebabkan ia menahan rasaamarah dan tidak mau menampakkannya keluar. Semua itu terbawaoleh kodratnya yang selalu lapang dada, berkemauan baik danmenghargai orang lain. Bijaksana ia, murah hati dan mudahbergaul. Tapi juga ia mempunyai tujuan pasti, berkemauankeras, tegas dan tak pernah ragu-ragu dalam tujuannya.Sifat-sifat demikian ini berpadu dalam dirinya danmeninggalkan pengaruh yang dalam sekali pada orang-orang yangbergaul dengan dia. Bagi orang yang melihatnya tiba-tiba,sekaligus akan timbul rasa hormat, dan bagi orang yang bergauldengan dia akan timbul rasa cinta kepadanya.

Alangkah besarnya pengaruh yang terjalin dalam hidupkasih-sayang antara dia dengan Khadijah sebagai isteri yangsungguh setia itu. Pergaulan Muhammad dengan penduduk Mekah tidak terputus, jugapartisipasinya dalam kehidupan masyarakat hari-hari. Padawaktu itu masyarakat sedang sibuk karena bencana banjir besaryang turun dari gunung, pernah menimpa dan meretakkandinding-dinding Ka'bah yang memang sudah rapuk. Sebelum itupunpihak Quraisy memang sudah memikirkannya. Tempat yang tidakberatap itu menjadi sasaran pencuri mengambil barang-barangberharga di dalamnya. Hanya saja Quraisy merasa takut; kalaubangunannya diperkuat, pintunya ditinggikan dan diberiberatap, dewa Ka'bah yang suci itu akan menurunkan bencanakepada mereka. Sepanjang zaman Jahiliah keadaan merekadiliputi oleh pelbagai macam legenda yang mengancambarangsiapa yang berani mengadakan sesuatu perubahan. Dengandemikian perbuatan itu dianggap tidak umum.

Tetapi sesudah mengalami bencana banjir tindakan demikian ituadalah suatu keharusan, walaupun masih serba takut-takut danragu-ragu. Suatu peristiwa kebetulan telah terjadi sebuahkapal milik seorang pedagang Rumawi bernama Baqum2 yang datangdari Mesir terhempas di laut dan pecah. Sebenarnya Baqum iniseorang ahli bangunan yang mengetahui juga soal-soalperdagangan. Sesudah Quraisy mengetahui hal ini, makaberangkatlah al-Walid bin'l-Mughira dengan beberapa orang dariQuraisy ke Jidah. Kapal itu dibelinya dari pemiliknya, yangsekalian diajaknya berunding supaya sama-sama datang ke Mekahguna membantu mereka membangun Ka'bah kembali. Baqummenyetujui permintaan itu. Pada waktu itu di Mekah ada seorangKopti yang mempunyai keahlian sebagai tukang kayu. Persetujuantercapai bahwa diapun akan bekerja dengan mendapat bantuanBaqum.

Sudut-sudut Ka'bah itu oleh Quraisy dibagi empat bagian tiapkabilah mendapat satu sudut yang harus dirombak dan dibangunkembali. Sebelum bertindak melakukan perombakan itu merekamasih ragu-ragu, kuatir akan mendapat bencana. Kemudianal-Walid bin'l-Mughira tampil ke depan dengan sedikittakut-takut. Setelah ia berdoa kepada dewa-dewanya mulai iamerombak bagian sudut selatan.3 Tinggal lagi orangmenunggu-nunggu apa yang akan dilakukan Tuhan nanti terhadapal-Walid. Tetapi setelah ternyata sampai pagi tak terjadiapa-apa, merekapun ramai-ramai merombaknya dan memindahkanbatu-batu yang ada. Dan Muhammad ikut pula membawa batu itu.

Setelah mereka berusaha membongkar batu hijau yang terdapat disitu dengan pacul tidak berhasil, dibiarkannya batu itusebagai fondasi bangunan. Dan gunung-gunung sekitar tempat itusekarang orang-orang Quraisy mulai mengangkuti batu-batugranit berwarna biru, dan pembangunanpun segera dimulai.Sesudah bangunan itu setinggi orang berdiri dan tiba saatnyameletakkan Hajar Aswad yang disucikan di tempatnya semula disudut timur, maka timbullah perselisihan di kalangan Quraisy,siapa yang seharusnya mendapat kehormatan meletakkan batu itudi tempatnya. Demikian memuncaknya perselisihan itu sehinggahampir saja timbul perang saudara karenanya. KeluargaAbd'd-Dar dan keluarga 'Adi bersepakat takkan membiarkankabilah yang manapun campur tangan dalam kehormatan yang besarini. Untuk itu mereka mengangkat sumpah bersama. KeluargaAbd'd-Dar membawa sebuah baki berisi darah. Tangan merekadimasukkan ke dalam baki itu guna memperkuat sumpah mereka.Karena itu lalu diberi nama La'aqat'd-Dam, yakni 'jilatandarah.' Abu Umayya bin'l-Mughira dari Banu Makhzum, adalah orang yangtertua di antara mereka, dihormati dan dipatuhi. Setelahmelihat keadaan serupa itu ia berkata kepada mereka: "Serahkanlah putusan kamu ini di tangan orang yang pertamasekali memasuki pintu Shafa ini."

Tatkala mereka melihat Muhammad adalah orang pertama memasukitempat itu, mereka berseru: "Ini al-Amin; kami dapat menerimakeputusannya." Lalu mereka menceritakan peristiwa itu kepadanya. Iapunmendengarkan dan sudah melihat di mata mereka betapaberkobarnya api permusuhan itu. Ia berpikir sebentar, lalukatanya: "Kemarikan sehelai kain," katanya. Setelah kaindibawakan dihamparkannya dan diambilnya batu itu laludiletakkannya dengan tangannya sendiri, kemudian katanya;"Hendaknya setiap ketua kabilah memegang ujung kain ini." Mereka bersama-sama membawa kain tersebut ke tempat batu ituakan diletakkan. Lalu Muhammad mengeluarkan batu itu dari kaindan meletakkannya di tempatnya. Dengan demikian perselisihanitu berakhir dan bencana dapat dihindarkan.

Quraisy menyelesaikan bangunan Ka'bah sampai setinggidelapanbelas hasta (± 11 meter), dan ditinggikan dari tanahsedemikian rupa, sehingga mereka dapat menyuruh atau melarangorang masuk. Di dalam itu mereka membuat enam batang tiangdalam dua deretan dan di sudut barat sebelah dalam dipasangsebuah tangga naik sampai ke teras di atas lalu meletakkanHubal di dalam Ka'bah. Juga di tempat itu diletakkanbarang-barang berharga lainnya, yang sebelum dibangun dandiberi beratap menjadi sasaran pencurian. Mengenai umur Muhammad waktu membina Ka'bah dan memberikankeputusannya tentang batu itu, masih terdapat perbedaanpendapat. Ada yang mengatakan berumur duapuluh lima tahun. IbnIshaq berpendapat umurnya tigapuluh lima tahun. Kedua pendapatitu baik yang pertama atau yang kemudian, sama saja; tapi yangjelas cepatnya Quraisy menerima ketentuan orang yang pertamamemasuki pintu Shafa, disusul dengan tindakannya mengambilbatu dan diletakkan di atas kain lalu mengambilnya dari kaindan diletakkan di tempatnya dalam Ka'bah, menunjukkan betapatingginya kedudukannya dimata penduduk Mekah, betapa besarnyapenghargaan mereka kepadanya sebagai orang yang berjiwa besar.

Adanya pertentangan antar-kabilah, adanya persepakatanLa'aqat'd-Dam ('Jilatan Darah'), dan menyerahkan putusankepada barangsiapa mula-mula memasuki pintu Shafa, menunjukkanbahwa kekuasaan di Mekah sebenarnya sudah jatuh. Kekuasaan yang dulu ada pada Qushayy, Hasyim danAbd'l-Muttalib sekarang sudah tak ada lagi. Adanyapertentangan kekuasaan antara keluarga Hasyim dan keluargaUmayya sesudah matinya Abd'l-Muttalib besar sekalipengaruhnya.

Dengan jatuhnya kekuasaan demikian itu sudah wajar sekali akanmembawa akibat buruk terhadap Mekah, kalau saja tidak karenaadanya rasa kudus dalam hati semua orang Arab terhadap RumahPurba itu. Dan jatuhnya kekuasaan itupun membawa akibat secarawajar pula, yakni menambah adanya kemerdekaan berpikir dankebebasan menyatakan pendapat, dan menimbulkan keberanianpihak Yahudi dan kaum Nasrani mencela orang-orang Arab yangmasih menyembah berhala itu - suatu hal yang tidak akan beranimereka lakukan sewaktu masih ada kekuasaan. Hal ini berakhirdengan hilangnya pemujaan berhala-berhala itu dalam hatipenduduk Mekah dan orang-orang Quraisy sendiri, meskipunpemuka-pemuka dan pemimpin-pemimpin Mekah masih memperlihatkanadanya pemujaan dan penyembahan demikian itu. Sikap mereka inisebenamya berasalan sekali; sebab mereka melihat, bahwa agamayang berlaku itu adalah salah satu alat yang akan menjagaketertiban serta menghindarkan adanya kekacauan berpikir.Dengan adanya penyembahan-penyembahan berhala dalam Ka'bah,ini merupakan jaminan bagi Mekah sebagai pusat keagamaan danperdagangan. Dan memang demikianlah sebenarnya, dibalikkedudukan ini Mekah dapat juga menikmati kemakmuran danhubungan dagangnya. Akan tetapi itu tidak akan mengubahhilangnya pemujaan berhala-berhala dalam hati penduduk Mekah. Ada beberapa keterangan yang menyebutkan, bahwa pada suatuhari masyarakat Quraisy sedang berkumpul di Nakhla merayakanberhala 'Uzza; empat orang di antara mereka diam-diammeninggalkan upacara itu. Mereka itu ialah: Zaid b. 'Amr,Usman bin'l-Huwairith, 'Ubaidullah b. Jahsy dan Waraqa b.Naufal. Mereka satu sama lain berkata: "Ketahuilah bahwa masyarakatmuini tidak punya tujuan; mereka dalam kesesatan. Apa artinyakita mengelilingi batu itu: memdengar tidak, melihat tidak,merugikan tidak, menguntungkanpun juga tidak. Hanya darahkorban yang mengalir di atas batu itu. Saudara-saudara,marilah kita mencari agama lain, bukan ini." Dari antara mereka itu kemudian Waraqa menganut agama Nasrani.Konon katanya dia yang menyalin Kitab Injil ke dalam bahasaArab. 'Ubaidullah b. Jahsy masih tetap kabur pendiriannya.Kemudian masuk Islam dan ikut hijrah ke Abisinia. Di sana iapindah menganut agama Nasrani sampai matinya. Tetapi isterinya- Umm Habiba bint Abi Sufyan - tetap dalam Islam, sampaikemudian ia menjadi salah seorang isteri Nabi danUmm'l-Mu'minin. Zaid b. 'Amr malah pergi meninggalkan isteri dan al-Khattabpamannya. Ia menjelajahi Syam dan Irak, kemudian kembali lagi.Tetapi dia tidak mau menganut salah satu agama, baik Yahudiatau Nasrani. Juga dia meninggalkan agama masyarakatnya danmenjauhi berhala. Dialah yang berkata, sambil bersandar kedinding Ka'bah: "Ya Allah, kalau aku mengetahui, dengan carabagaimana yang lebih Kausukai aku menyembahMu, tentu akankulakukan. Tetapi aku tidak me ngetahuinya." Usman bin'l-Huwairith, yang masih berkerabat dengan Khadijah,pergi ke Rumawi Timur dan memeluk agama Nasrani. Ia mendapatkedudukan yang baik pada Kaisar Rumawi itu. Disebutkan juga,bahwa ia mengharapkan Mekah akan berada di bawah kekuasaanRumawi dan dia berambisi ingin menjadi Gubernurnya. Tetapipenduduk Mekah mengusirnya. Ia pergi minta perlindungan BanuGhassan di Syam. Ia bermaksud memotong perdagangan ke Mekah.Tetapi hadiah-hadiah penduduk Mekah sampai juga kepada BanuGhassan. Akhirnya ia mati di tempat itu karena diracun.

Selama bertahun-tahun Muhammad tetap bersama-sama pendudukMekah dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Ia menemukandalam diri Khadijah teladan wanita terbaik; wanita yang suburdan penuh kasih, menyerahkan seluruh dirinya kepadanya, dantelah melahirkan anak-anak seperti: al-Qasim dan Abdullah yangdijuluki at-Tahir dan at-Tayyib, serta puteri-puteri sepertiZainab, Ruqayya, Umm Kulthum dan Fatimah. Tentang al-Qasim danAbdullah tidak banyak yang diketahui, kecuali disebutkan bahwamereka mati kecil pada zaman Jahiliah dan tak ada meninggalkansesuatu yang patut dicatat. Tetapi yang pasti kematian itumeninggalkan bekas yang dalam pada orangtua mereka. Demikianjuga pada diri Khadijah terasa sangat memedihkan hatinya.

Pada tiap kematian itu dalam zaman Jahiliah tentu Khadijahpergi menghadap sang berhala menanyakannya: kenapa berhalanyaitu tidak memberikan kasih-sayangnya, kenapa berhala itu tidakmelimpahkan rasa kasihan, sehingga dia mendapat kemalangan,ditimpa kesedihan berulang-ulang!? Perasaan sedih karenakematian anak demikian sudah tentu dirasakan juga olehsuaminya. Rasa sedih ini selalu melecut hatinya, yang hidupterbayang pada istennya, terlihat setiap ia pulang ke rumahduduk-duduk di sampingnya

Tidak begitu sulit bagi kita akan menduga betapa dalamnya rasasedih demikian itu, pada suatu zaman yang membenarkananak-anak perempuan dikubur hidup-hidup dan menjaga keturunanlaki-laki sama dengan menjaga suatu keharusan hidup, bahkanlebih lagi dan itu. Cukuplah jadi contoh betapa besarnyakesedihan itu, Muhammad tak dapat menahan diri atas kehilangantersebut, sehingga ketika Zaid b. Haritha didatangkandimintanya kepada Khadijah supaya dibelinya kemudiandimerdekakannya. Waktu itu orang menyebutnya Zaid binMuhammad. Keadaan ini tetap demikian hingga akhirnya iamenjadi pengikut dan sahabatnya yang terpilih. Juga Muhammadmerasa sedih sekali ketika kemudian anaknya, Ibrahim meninggalpula. Kesedihan demikian ini timbul juga sesudah Islammengharamkan menguburkan anak perempuan hidup-hidup, dansesudah menentukan bahwa sorga berada di bawah telapak kakiibu.

Sudah tentu malapetaka yang menimpa Muhammad dengan kematiankedua anaknya berpengaruh juga dalam kehidupan danpemikirannya. Sudah tentu pula pikiran dan perhatiannyatertuju pada kemalangan yang datang satu demi satu itumenimpa, yang oleh Khadijah dilakukan dengan membawakansesajen buat berhala-berhala dalam Ka'bah, menyembelih hewanbuat Hubal, Lat, 'Uzza dan Manat, ketiga yang terakhir.4 Ia ingn menebus bencana kesedihan yang menimpanya. Akantetapi, semua kurban-kurban dan penyembelihan itu tidakberguna sama sekali.

Terhadap anak-anaknya yang perempuan juga Muhammad memberikanperhatian, dengan mengawinkan mereka kepada yang dianggapnyamemenuhi syarat (kufu'). Zainab yang sulung dikawinkan denganAbu'l-'Ash bin'r-Rabi' b.'Abd Syams - ibunya masih bersaudaradengan Khadijah - seorang pemuda yang dihargai masyarakatkarena kejujuran dan suksesnya dalam dunia perdagangan.Perkawinan ini serasi juga, sekalipun kemudian sesudahdatangnya Islam - ketika Zainab akan hijrah dan Mekah keMedinah - mereka terpisah, seperti yang akan kita lihat lebihterperinci nanti. Ruqayya dan Umm Kulthum dikawinkan dengan'Utba dan 'Utaiba anak-anak Abu Lahab, pamannya. Kedua isteriini sesudah Islam terpisah dari suami mereka, karena Abu Lahabmenyuruh kedua anaknya itu menceraikan isteri mereka, yangkemudian berturut-turut menjadi isteri Usman.5 Ketika itu Fatimah masih kecil dan perkawinannya dengan Alibaru sesudah datangnya Islam.

0 komentar: