Oleh : Toto Tasmara
Gerakan pengkafiran yang memikat dan ditunjang oleh sumber daya manusia, dana, serta teknologi menyebabkan usaha untuk mengkafirkan umat Islam, secara perlahan tapi pasti berhasil dalam waktu yang relatif singkat. Pembagian "kue" (wilayah) yang diawali semangat conquistador antara Spanyol dan Portugis, kini menjadi kenyataan. Mulai dari Papua Nugini, Timor Timur, Filipina, Hongkong, Makao, sampai pantai-pantai dan pelosok Afrika Selatan dan Pantai Gading. Akan tetapi, mereka menghadapi kepedihan yang memalukan di Indonesia.
Belanda --mayoritas Protestan-- yang menjajah dan memeras habis-habisan sumber daya alam dan penduduk pribumi selama 350 tahun, tidak mampu menjadikan Kristen sebagai agama mayoritas di Indonesia. Berbeda dengan Filipina, mereka berhasil menjadikan Katolik mayoritas di sana. Kegagalan ini menjadi luka yang menganga dan membangkitkan perhatian serta ambisi Vatikan untuk memprioritaskan Indonesia sebagai salah satu bentuk sukses misinya di masa depan.
Maka, mereka pun "melirik" dengan sangat tajam kepada masalah Timor Timur. Sebuah tempat strategis yang baru saja ditinggalkan Portugis untuk dimasukkan dalam peta kesaksian "prajurit Tuhan". Masalah Timtim secara terus-menerus dijadikan isu politik internasional yang benar-benar memojokkan Indonesia di mata dunia. Bukan tidak mungkin Timtim yang diperjuangkan dengan darah dan dana harus segera merdeka lepas dari Indonesia, akan mengundang "Yahudi besar" (pemerintah Amerika) membangun pangkalan militernya untuk menjadi "penyengat" stabilitas dari gangguan "raksasa" Cina, sekaligus melindungi kepentingan Amerika sebagai polisi internasional, atau mungkin bentuk imperialisme gaya baru? Atau Timor Timur sebagai pengganti pangkalan militer di Subic Filipina. Dan kalaupun Timtim merdeka, pihak zionis tentunya akan melepaskan peluangnya untuk membangun habis-habisan Timtim, sekaligus mempermalukan Indonesia dan mengusik kecemburuan pulau lainnya. Para prajurit ABRI yang gugur atau cacat karena pengabdiannya kepada negara (pada Operasi Seroja) harus sia-sia belaka. Bagaikan veteran Amerika yang pulang dari Vietnam bukan untuk mendapatkan pujian, tetapi cemooh belaka yang mereka terima.
Bagaikan mengulang nostalgia lama, ketika Cornelis de Houtman menginjakkan kakinya di bumi Nusantara dan Jan Pieter Zoon Coon sukses memimpin VOC (Verenigde Oos Indische Compagnie) dan berhasil menguasai seluruh kota Jayakarta, yang kemudian digantinya dengan nama Batavia pada tanggal 30 Mei 1619 dan menjadikan kota Batavia sebagai "kerajaan kecil" (koningcrijk). Inilah awal pembagian "kue" wilayah yang akan dimisikan, Indonesia yang subur dan berlimpah dengan rempah-rempah tersebut.
Perseteruan Belanda (Protestan) dan Portugis (Katolik) diteruskan tidak di daratan Eropa saja, tetapi meluas hingga pembagian kekuasaan di Timur Jauh. Sejak semula, Belanda sangat membenci Portugis karena bersekutu dengan Spanyol. Sebagai pengikut Protestan, Belanda tidak senang melihat perluasan Katolik yang sedang dikembangkan Portugis di Maluku. Tujuan Belanda sudah sangat jelas, yaitu menggeser dominasi Portugis yang sekaligus menggeser Katolik diganti dengan Protestan (K.H. Ahmad Zuhril: 1980).
Kaum zionis ingin memanfaatkan segala sentimen yang ada di Indonesia. Warna budaya yang rukun harus digoncang. Kecemburuan sosial dan agama harus dipertentangkan secara diametral. Bila Katolik memperoleh Timor Timur, lantas daerah mana yang paling tepat untuk kedudukan Protestan?
Kita harus waspada, jangan sampai Indonesia dibagi dan dipecah menjadi negara-negara kecil agar mudah dilakukan pengawasan dan melakukan negoisasi kepentingannya. Keberhasilan mereka meruntuhkan negara Beruang Merah, Uni Soviet dan Rusia, menjadi pemicu dan menambah keyakinan untuk membangun kembali menara Babil, Kerajaan Tuhan zionis yang mengangkangi seluruh dunia sebagai bukti semangat imperialisme, sekaligus balas dendam kepada seluruh bangsa yang menyebabkan dirinya mereka terdiaspora (tercerai-berai).
Hampir seluruh negara yang mayoritas penduduknya Islam telah mereka haru-birukan. Negara-negara yang mayoritas Islam penduduknya, mereka buat resah dan selalu saja ada pekerjaan rumah yang menyita perhatian lebih bagi negara tersebut, sehingga ia lupa untuk membangun ekonominya. Misalnya, Arab Saudi yang kaya dengan sumber daya alamnya, yaitu minyaknya. Semula Arab Saudi diharapkan dapat menjadi sumber dana bagi negara Islam lainnya, namun kini ia lumpuh tidak berdaya. Seluruh kekayaan minyaknya dieksplorasi dan dikuasai oleh perusahaan multinasional Amerika. Perang Teluk telah melumpuhkan negara negara Timur Tengah. Irak yang masih bisa bertahan dengan embargo Amerika beberapa waktu yang lalu, hampir sulit mengembangkan dirinya dalam bayangan pengawasan konspirasi zionis yang sudah menguasai dunia. Sedangkan Libya, mereka biarkan sedemikian rupa sebagai sparing partner untuk menjadi konsumsi berita dunia.
Para zionis dengan "mata Lucifer nya" mengerlingkan arahnya ke negeri zamrud khatulistiwa, yaitu Indonesia. Indonesia mereka anggap mulai kurang ajar karena berani-beraninya melecehkan pemerintah Amerika dengan membatalkan pembelian pesawat jet tempur F-16 produksinya, lalu melirik dan membeli pesawat jet tempur Mirage buatan Eropa. Indonesia mereka anggap pula telah menantangnya dengan memasukkan Myanmar ke dalam tubuh ASEAN dan juga telah bertingkah dengan menyelenggarakan Asia Pacific Economic (APEC) dan menggelar pertemuan internasional, seperti Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan KTT non-Blok.
Untuk itu, mereka harus berlomba dengan keberhasilan ekonomi Indonesia agar pemerintah Indonesia tidak mampu membangun seluruh negerinya. Pembangunan ekonomi oleh pemerintah Republik Indonesia --karena Indonesia mayoritas penduduknya Islam yang terbesar di dunia-- mereka anggap sebagai "duri" yang bertambah menghalangi gerakan Kristenisasi. Tingkat pertumbuhan ekonominya yang melesat harus dihambat, bahkan dihancurkan.
Catatan Biro Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin Indonesia pada tahun 1976 adalah 54,4 juta atau 40 persen dari jumlah penduduk ternyata menurun dengan sangat drastis menjadi 25,9 juta atau 13,7 persen pada tahun 1993, sebuah angka yang menakjubkan. Pokoknya, dengan segala tekad --pemerintah pada waktu itu menyatakan perang dengan kemiskinan-- pemerintah sadar bahwa kemiskinan hanya akan menyuburkan kembalinya paham komunis. Pemerintah juga sadar bahwa inilah cara untuk menyelamatkan umat sesuai dengan sabda Rasulullah SAW :
"Kefakiran itu mendekatkan seseorang kepada kekufuran."
Menurut laporan Bank Dunia (1990) pada tahun 1967, pendapatan per kapita (GNP) Indonesia hanya 50 dolar Amerika, yaitu separo pendapatan per kapita (GNP) India, Bangladesh, dan Nigeria. Akan tetapi, mulai tahun 1980 pendapatan per kapita Indonesia melesat hampir mencapai 500 dolar Amerika per kapita yang berarti 30 persen lebih tinggi daripada pendapatan per kapita (GNP) India Lalu, 49 persen lebih tinggi dari pendapatan per kapita (GNP) Nigeria, dan 150 persen lebih tinggi daripada pendapatan per kapita (GNP) Bangladesh.
Pemerintah relatif sukses dalam mewujudkan tujuan ganda mencapai pertumbuhan ekonomi yang cepat dan memastikan distribusi pendapatan yang lebih seimbang. GNP riel tumbuh sampai sekitar 6,5 persen per tahun selama tahun 1974-1978, dengan pertumbuhan pertanian sampai 4 persen per tahun. Konsumsi pribadi per kapitanya juga meningkat.1
Keberpihakan pemerintah yang membuka lebar kesempatan lebih luas kepada umat Islam, setelah dua puluh tahun hanya sebagai masyarakat marjinal yang tersisih (mustad'afin) dan tidak mempunyai akses, ternyata menambah cemburu dan marah kaum zionis. Keberhasilan ekonomi hanya akan memperkuat umat Islam di masa mendatang dan inilah yang membuat kaum zionis sangat tidak menyukainya. Keberhasilan perekonomian Indonesia hanya akan menguntungkan umat Islam yang mayoritas di Indonesia. Pendapatan per kapita yang meningkat tajam, walaupun belum merata, telah memberikan harapan bagi kelompok menengah sehingga mereka mampu membiayai pendidikan lebih baik. Mahasiswa yang berlatar belakang Islam juga telah mendapatkan bea siswa untuk sekolah ke luar negeri. Hal itulah yang dikhawatirkan oleh para zionis bahwa mahasiswa-mahasiswa tersebut nantinya akan menjadi "intelektual baru muslim" (the new intelectual moslem) yang akan memegang kendali pemerintahan Indonesia di masa mendatang. Kekhawatiran ini semakin beralasan ketika seluruh "saluran" dibuka aksesnya untuk menuju pengambilan keputusan sehingga mulai longgar pintu kekuatan ekonomi politik yang sebelumnya terkunci rapat, mulai dibuka. Bagaikan pertobatan besar maka dimulailah "pencerahan" dengan cara membuka akses bagi umat Islam yang selama ini menjadi mayoritas yang tertindas.
Kemudian berdirilah Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Bank Muamalat, dan BPR Syari'ah mulai merebak di mana-mana --sebagai landasan ekonomi Islam. Konferensi-konferensi internasionai pun digelar dan diselenggarakan oleh Indonesia, antara lain: KTT non Blok, OKI, dan OPEC. Bahkan, dengan naiknya wibawa Indonesia di mata ASEAN, bagi kaum zionis dapat merusak rencana yang telah mereka strategikan "petanya" di atas meja. Lebih menyakitkan mereka lagi ketika Myanmar yang telah mendapatkan tekanan dari Amerika, diimbau oleh Indonesia untuk menjadi bagian anggota ASEAN. Juga yang membuat mereka kesal pula bahwa para anggota legislatif Indonesia didominasi oleh umat Islam, termasuk isu adanya "ABRI hijau". Gema dakwah mulai bertalu-talu. Betapapun orang mengatakan bahwa dakwah hanyalah baru menyentuh simbol-simbol, tetapi justru itulah kuncinya. Dengan simbol itu, harapan umat Islam mulai merebak mekar dan memberikan gairah yang membahana. Tuntutan para mujahid yang dipenjara, selangkah demi selangkah mulai dipenuhi. Umat Islam mulai diberikan haknya secara proporsional, sehingga semarak dakwah kian luar biasa.
Derap langkah nuansa Islam semakin menyeruak tatkala kabinet mulai diduduki oleh mayoritas Islam, yang selama beberapa tahun lalu jabatan strategis selalu dipegang oleh nonmuslim. Di lain pihak, APEC dan AFTA akan segera diberlakukan. Bila Indonesia di bidang ekonominya sudah telanjur berjaya, niscaya neraca transaksi perdagangannya tidak mengalami defisit Oleh karena itulah, kaum zionis berkesimpulan bahwa apabila Indonesia tidak dilumpuhkan maka barang produksi mereka tidak dapat mendominasi pasar di Indonesia. Bahkan sebaliknya, Indonesia yang akan mengekspor barangnya ke pasar mereka, yaitu dunia Barat.
Pokoknya, semua perkembangan di Indonesia yang "mementaskan" umat Islam dalam gelanggang pemerintah telah menjadi kecemburuan kaum zionis, yang lalu memicu akselerasi mereka untuk menghancurkan Indonesia. Hal seperti itu tidak bisa dibiarkan. Para zionis kafir bersemboyan, "Jangan sekali-kali membiarkan pintu terbuka untuk umat Islam." Oleh Karena, hanya dengan memiskinkan umat Islam, maka gerakan zionisme lebih mudah bergerak.
Terlebih lagi, dengan banyaknya "borok" yang bergelimangan di lingkungan birokrat dan pengusaha. Yaitu, para birokrat dan pengusaha yang menjadi penguasa, atau sebaliknya penguasa yang menjadi pengusaha. Mulai dari korupsi yang sudah "mendarah daging" sampai yang "mewabah". Kolusi yang menyebabkan tumbuhnya kekuasaan tersembunyi yang dikuasai oleh segelintir manusia dan golongan, serta pertumbuhan ekonomi yang tidak merata antara kelompok "penikmat kebijakan" (kalangan atas atau the ruling class) dan masyarakat yang lemah {dizalimi; mustad'afin) merupakan "pemicu" yang paling mudah meletup untuk mempercepat kehancuran seluruh tatanan yang ada. Oleh karena pertumbuhan ekonomi yang melesat tersebut, kondisinya tidak melibatkan "arus bawah" dan telah melahirkan kesenjangan serta kecemburuan sosial yang melebar. Sehingga pertumbuham ekonomi berdiri di atas fondasi yang sangat keropos, tidak mempunyai akar fundamental yang kuat. Peredaran uang dan kebijaksanaan ekonomi hanya beredar di tangan para Cina keturunan, yang melebarkan pengaruhnya ke tepian kekuasaan. Politik monolitik (politik yang berpihak pada satu golongan, ed): represif, dan kesenjangan ekonomi, serta gaya hidup kaum yang berpunya telah menjadi pemacu utama timbulnya "kegundahan" rakyat kecil yang merasa hak asasinya tersumbat dan sulit menembus benteng-benteng kekuasaan. Ini semua adalah "ranjau-ranjau" keresahan sosial yang setiap saat dapat menjadi pemicu terjadinya "bom" perlawanan rakyat
Dalam perang global ini (ghazwul-frkri), "tangan-tangan" perbankan zionis mulai bergerak. Yayasan Quantum milik George Soros diberi tugas untuk melakukan intervensi ekonomi global melalui strategi moneter internasional. Percobaan pengintervensiannya yang pertama dilakukan di Thailand dan Korea, dengan harapan dampaknya akan memurukkan rupiah dari lalu lintas mata uang dunia. George Soros berhasil, Indonesia hancur secara ekonomi dan merembet ke bidang-bidang vital lainnya, sebuah tindakan licik seorang Yahudi yang tidak sudi umat Islam berjaya. Hal ini sekaligus membuktikan kebenaran firman Allah:
"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak pernah akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama. mereka. Katakanlah, 'Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar).' Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (al-Baqarah:120).
Sementara, kedatangan dan pertolongan International Monetery Fund (IMF) dianggap oleh kita sebagai "juru penyelamat" (Mesiah) agar Indonesia dapat keluar dari krisis moneter dan ekonomi yang menghimpit. IMF, yang 80 persen dananya diperoleh dari para donatur Amerika, yang notabenenya kaum zionis serta kekuatan lobi Yahudi, telah memaksa Indonesia agar menerima segala klausul persyaratan yang sangat "menjerembabkan"
Indonesia ke keterpurukan yang semakin dalam. Padahal, justru terbukti bahwa strategi IMF tidak memberikan solusi apa pun bagi krisis yang melanda Indonesia, justru membuat Indonesia bergantung terhadap utang-utang baru. Hal itu pun justru menjerat Indonesia untuk terikat akan sistem kebijakan ekonomi negara yang memberikan pinjaman.
Kemudian setelah agen-agen zionis licik tersebut telah berhasil memiskinkan Indonesia yang semakin terpuruk, lalu langkah-langkah "prajurit Tuhan" akan lebih mudah menancapkan panji-panjinya di bumi Nusantara. Jatuhnya harga saham, dengan harga indeks gabungan yang sangat murah, akan mendorong para pengusaha zionis untuk memborong saham-saham tersebut. Itulah sebabnya, salah satu lobi mereka yang sangat agresif adalah mengarahkan pemerintah Indonesia agar mengizinkan perusahaan asing menguasai saham sebesar-besarnya dan kalau perlu secara keseluruhan, 100 persen. Dengan cara seperti ini, kelak seluruh infrastruktur, perusahaan, dan jaringan usaha akan dikuasai oleh perusahaan mereka. Mulailah era penjajahan ekonomi global, khususnya penindasan gerak ekonomi umat Islam di Indonesia. Lantas pujian indah untuk Indonesia yang biasa disebut sebagai "sepotong surga" yang dipindahkan ke dunia, kini berubah menjadi sebuah "potongan kesengsaraan".
Cita-cita kaum zionis untuk menguasai dunia, diawali dengan penguasaan total terhadap perekonomian dan sistem moneter dunia. Myron Pagan dalam tulisannya, A Satanic Plot for a One World Government menyebutkan bahwa para Iluminasi terdiri atas orang-orang elite. Mereka yang menjadi pimpinan puncaknya harus mengontrol para bankir internasional.
0 komentar:
Posting Komentar